Nationalgeographic.co.id—Museum Bank Indonesia menyelenggarakan acara interactive talkshow dan curated tour bertajuk "Rupiah Berkisah tentang Timur". Acara yang diadakan pada Kamis, 29 Agustus 2024, itu merupakan side event dari pameran temporer bertajuk sama yang sedang berlangsung hingga 15 September mendatang.
Dalam acara gelar wicara (talkshow) tersebut, hadir tiga narasumber. Salah satunya adalah Meutia Farida Hatta yang merupakan guru besar antropologi Universitas Indonesia yang juga merupakan putri sulung Mohammad Hatta sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia.
Meutia memaparkan soal morfologi uang rupiah yang menampilkan gambar-gambar subjek dari wilayah Indonesia bagian timur. Yang dimaksud dengan wilayah timur dari Indonesia ini adalah dimulai dari Sulawesi dan Nusa Tenggara hingga ke ujung timur Papua.
Menurut pengamatan Meutia, gambar dari Indonesia timur yang paling sering muncul di uang rupiah adalah burung cenderawasih yang merupakan fauna khas Papua. "Cenderawasih muncul beberapa kali," ujar Meutia.
Selain fauna, unsur lain dari wilayah Indonesia timur yang kerap muncul di uang rupiah adalah seni budayanya. Salah satunya adalah rumah honai yang juga merupakan rumah adat khas Papua.
Di samping itu banyak juga subjek keindahan alam dari timur yang digambarkan pada uang-uang rupiah. Misalnya Danau Kelimutu di Flores dan Gunung Gamalama di Pulau Ternate.
Meutia mengatakan bahwa uang rupiah adalah sarana untuk mengenal wilayah, ekologi, dan budaya milik Indonesia. "Melalui uang rupiah kita bisa belajar mengenal Indonesia lebih dalam, karena uang Indonesia dari masa kemerdekaan Indonesia sampai sekarang, pasti memperkenalkan pahlawan, wilayah, budaya, flora dan fauna serta segala sesuatu tentang Indonesia."
Uang rupiah juga merupakan simbol kedaulatan negara Indonesia. Pada 2 November 1949, Indonesia menetapkan rupiah sebagai mata uang kebangsaan yang baru.
"Pada 1953, uang kertas Bank Indonesia dengan tanda tahun 1952 mulai beredar di Indonesia. Menandakan kedaulatan sebagai bangsa," kata Meutia.
Baca Juga: Menelusuri Sejarah Peperangan di Indonesia Timur Lewat Jejak Arkeologi
Meutia menambahkan bahwa rupiah juga merupakan bagian dari identitas nasional. Sebab, mata uang ini membedakan Indonesia dengan negara-negara lainnya.
Amiruddin Al-Rahab, narasumber lainnya, mengungkapkan fakta menarik bahwa orang pertama yang menandatangi uang rupiah adalah tokoh dari Indonesia. "Dia adalah A.A. Maramis yang berasal dari Sulawesi Utara," ujar Amiruddin yang merupakan lulusan departemen ilmu sejarah Universitas Indonesia dan kini menjadi aktivis di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Alexander Andries Maramis atau A.A. Maramis yang disebut Amiruddin adalah pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional. A.A. Maramis pernah menjadi anggota BPUPKI dan KNIP.
Maramis juga pernah menjadi menteri keuangan Indonesia. Karena kewenangannya sebagai menteri keuangan itulah dia kemudian menandatangani Oeang Republik Indonesia pertama.
Hidayat Alhamid, ahli pengembangan komunitas masyarakat adat sekaligus tenaga ahli gubernur Papua Barat Daya, mengucapkan syukur ketika pemerintah Indonesia mencetak wajah Frans Kaisiepo di uang rupiah pecahan sepuluh ribu. Frans merupakan tokoh Papua pertama yang dicetak di uang rupiah.
Menurut Hidayat, sebelumnya masyarakat Papua hanya melihat wajah ratu Belanda di uang gulden yang beredar di sana dan wajah tokoh nasional dari Jawa di uang rupiah awal. Munculnya wajah Frans Kaisiepo merupakan pengakuan besar bagi Papua dan juga masyarakat Papua sebagai bagian dari Indonesia.
Frans adalah gubernur keempat Papua dan tokoh nasionalis Indonesia. Dia juga merupakan pahlawan nasional Indonesia.
"Gambar tokoh Kaisiepo itu bagus tuh. Itu tokoh yang benar-benar menginginkan Papua itu terintegrasi ke Indonesia," imbuh Meutia.
Meutia menegaskan bahwa uang merupakan harkat dan martabat bagi sebuah negara. Rupiah menjadi alat untuk belajar memiliki rasa syukur tanah air atas kayanya sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Uang juga merupakan sarana komunikasi dari negara kepada masyarakat tentang bagaimana suapa mengenal lebih baik kekayaan Indonesia.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR