Nationalgeographic.co.id—Barcelona, kota yang pernah menjadi simbol keindahan arsitektur Gaudí dan semangat hidup Mediterania, kini merintih kesakitan.
Pariwisata massal yang tak terkendali telah mengubah wajah kota ini. La Rambla, yang dulu menjadi jantung kota yang penuh pesona, kini sesak oleh kerumunan wisatawan yang berdesakan.
Toko-toko lokal yang menjual produk khas Barcelona perlahan digantikan oleh gerai-gerai suvenir murah. Kualitas hidup warga pun terancam oleh kenaikan harga properti, kebisingan, dan sampah yang menumpuk.
Kisah tragis Barcelona ini menjadi peringatan bagi kota-kota lain di dunia yang tengah berjuang melawan dampak negatif pariwisata massal.
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana sebuah kota yang begitu indah bisa hancur lebur akibat pariwisata.
Kota yang terenggut
"Kota saya terasa seperti sudah direnggut dari saya, dan saya tak melihat kemungkinan untuk mendapatkannya kembali," demikian papar Xavier Mas de Xaxàs di laman The Guardian.
Xaxàs kemudian menjelaskan bagaiamana Barcelona kini terbebani oleh lonjakan jumlah wisatawan yang tak terkendali, dan solusi yang efektif masih jauh dari jangkauan.
Situasi yang sebenarnya juga dihadapi oleh warga kota populer lainnya di Eropa seperti Roma, Florence, Venesia, Amsterdam, Paris, atau Praha. Di kota-kota tersebut, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak negatif pariwisata, namun hasilnya masih belum memuaskan.
Di Barcelona, upaya-upaya seperti pembatasan kebisingan dan pengaturan lalu lintas satu arah di kawasan wisata populer ternyata tidak cukup efektif. Kekecewaan warga pun memuncak hingga memicu aksi protes yang semakin meluas.
Dengan jumlah pengunjung mencapai sekitar 32 juta orang setiap tahunnya, Barcelona seakan kewalahan menghadapi arus wisatawan yang terus membanjiri kota.
Baca Juga: Overtourism: Ketika Tempat yang Dianggap 'Surga' Berubah Jadi 'Neraka'
KOMENTAR