Nationalgeographic.co.id—Dalam dunia yang seringkali membedakan dan menghakimi, Paralimpiade hadir sebagai oase inklusivitas. Sejarah panjang ajang olahraga ini adalah bukti nyata bahwa setiap individu, terlepas dari keterbatasan fisiknya, berhak untuk bermimpi, berjuang, dan meraih prestasi.
Artikel ini akan membawa Anda pada perjalanan inspiratif, mengungkap bagaimana Paralimpiade telah mengubah persepsi masyarakat tentang disabilitas dan mendorong terciptanya dunia yang lebih adil dan setara.
Bintang cemerlang yang menginspirasi dunia paralimpik
Jessica Long, perenang asal Amerika Serikat, telah membuktikan bahwa disabilitas bukanlah penghalang untuk meraih prestasi gemilang.
Dengan lima medali emas yang digondolnya pada Paralimpiade Tokyo 2020, total koleksi medali Jessica kini mencapai angka yang mengagumkan, yaitu 29 buah. Prestasi luar biasa ini telah menjadikan dirinya salah satu atlet Paralimpik paling sukses di dunia.
Bagi Jessica, Paralimpiade bukan sekadar ajang kompetisi, tetapi juga sebuah platform untuk menginspirasi jutaan orang. Sejak meraih medali emas pertamanya di Athena pada usia 12 tahun, ia bertekad untuk memperkenalkan Paralimpiade kepada dunia.
"Setiap empat tahun, antusiasme dan persiapan menuju Paralimpiade semakin meningkat," ujar Jessica, yang harus kehilangan kedua kakinya sejak bayi akibat kondisi bawaan, seperti dilansir dari National Geographic.
Popularitas Paralimpiade saat ini memang tengah berada di puncaknya. Pada gelaran Paralimpiade Paris yang baru saja berakhir, lebih dari 4.400 atlet dari berbagai negara berkumpul untuk mempertontonkan kemampuan terbaik mereka.
Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah panjang dan menarik di balik perhelatan olahraga ini?
Perjuangan tanpa henti untuk inklusivitas
Paralimpiade, perhelatan olahraga bagi para atlet dengan disabilitas, telah menjelma menjadi ajang yang tak kalah bergengsi dibandingkan Olimpiade. Meski usianya relatif muda, Paralimpiade telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Baca Juga: Sejarah Dunia yang Terlupakan: Ketika Puisi Berlaga di Olimpiade
KOMENTAR