Tiang yang menopang piramida dan mengangkatnya ke langit biasanya bertuliskan hieroglif. Tulisan-tulisan itu menyerukan tentang penghormatan pada dewa yang dipuja dan penguasa yang memerintahkan pembuatan obelisk.
Obelisk pertama
Monumen Mesir kuno pertama kali muncul pada awal milenium ketiga SM di Mesir Utara. Daerah ini menjadi tempat pemujaan utama Re.
Mesir Utara kemudian dikenal sebagai Heliopolis, yang berarti “kota matahari” dalam bahasa Yunani. Sementara itu, orang Mesir menyebut tempat itu Iunu, atau “kota pilar”. Sebutan kota pilar merujuk pada obelisk yang melambangkan sinar matahari yang membatu.
Sayangnya, tidak ada yang tersisa dari Heliopolis saat ini, tempat yang dipuji karena keindahannya. Reruntuhannya tersembunyi di bawah lingkungan di Kairo modern, dan hampir semua obelisk kunonya telah hilang.
Di daerah Abusir, tepat di sebelah selatan Kairo, para penguasa dinasti kelima Kerajaan Lama membangun kuil-kuil surya. Masing-masing memiliki halaman terbuka.
Di tengah halaman berdiri sebuah obelisk dengan altar besar untuk persembahan di dasarnya. Obelisk-obelisk ini dibangun dari balok-balok batu tetapi belum memiliki bentuk ramping klasik.
Kuil-kuil surya berhenti dibangun setelah dinasti kelima. Tapi tradisi mendirikan obelisk menyebar ke seluruh Mesir dari Kerajaan Tengah (sekitar tahun 1975-1640 SM) dan seterusnya.
Dari Sungai Nil ke Sungai Tiber
Setelah Kerajaan Baru, pembangunan obelisk terus berlanjut, tetapi dalam skala yang lebih kecil. Dua obelisk terakhir berasal dari masa pemerintahan Ptolemeus IX Soter II.
Memerintah 116-107 dan 88-81 SM, ia menugaskan pembangunan monumen untuk kuil yang didedikasikan bagi dewi Isis di Pulau Philae. Pembangunan tersebut menandai berakhirnya pembangunan obelisk di Mesir kuno. Setelah Mesir kuno ditaklukkan oleh bangsa Romawi pada 30 SM, monolit menjadi populer di tempat lain.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Kisah Para Perampok Makam yang Menjarah Harta Firaun
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR