Nationalgeographic.co.id—Dinasti Han memikul sejarah panjang di tanah Tiongkok. Mereka memerintah sejak tahun 202 SM hingga 220 M, dan mengalami kemunduran pada akhirnya.
Sebelum keruntuhannya, meletus banyak pemberontakan, seperti Pemberontakan Serban Kuning yang melanda kekaisaran. Kenyataannya, tentara kekaisaran tidak berdaya untuk menumpasnya.
Dalam keputusan yang kurang bijaksana, pemerintah Han mengeluarkan seruan untuk meminta bantuan kepada orang-orang bertubuh kuat dan terlatih berperang dari luar istana Han.
Dengan cepat orang-orang bertubuh kekar dan terlatih itu segera mengumpulkan pasukan mereka sendiri untuk membantu Dinasti Han dalam meredam para pemberontak. Alhasil, mereka berhasil memadamkan pemberontakan.
Namun, keberhasilan tersebut segera menjadi bumerang. Pasukan orang-orang kuat yang berada di bawah komando kerajaan, kemudian berbalik menjadi panglima perang yang justru menimbulkan ancaman lebih besar bagi pemerintah Han.
"Para panglima perang baru itu saling bertarung untuk merebutkan tampuk kekuasaan Dinasti Han, dan pemerintah kekaisaran tidak dapat mengendalikan kekacauan yang telah ditimbulkannya," tulis Khalid Elhassan.
Khalid menulis kisah tentang kekacauan yang terjadi di dalam istana Han kepada History Collection dalam artikelnya berjudul Biggest Losers In History yang diterbitkan pada 25 Juli 2023.
Alhasil, Tiongkok terpecah menjadi wilayah kekuasaan independen de facto yang diperintah oleh panglima perang, dan kaisar direduksi menjadi boneka dan pemimpin boneka.
Di antara kemelut, seorang panglima perang bernama Tsao Tsao (Cao Cao) muncul ke permukaan. Cao Cao dengan personal brand-nya membuktikan dirinya sebagai jenderal dan politisi yang sangat cakap.
Cao Cao memulai kariernya sebagai pejabat di bawah pemerintahan Han dan memegang berbagai jabatan termasuk kepala keamanan distrik di ibu kota dan kanselir sebuah kerajaan.
"Dia mengalahkan panglima perang Tiongkok utara, dan menyatukannya kembali Tiongkok atas nama kaisar," imbuh Khalid. Setelah selesai, dia mengalihkan perhatiannya ke Tiongkok selatan.
Baca Juga: Tiongkok Denda Perusak Lingkungan dengan Kredit 'Blue Carbon', Efektifkah?
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR