"Jika Anda menjepit satu bagian spons, air akan turun lebih deras dari satu sisi," jelasnya. "Jumlah air yang ada di spons sama, tetapi karena sekarang atmosfer mengalami tekanan dinamis, Anda memiliki kemampuan lebih untuk mengambil air dari lokasi itu."
Meskipun jarang terjadi, beberapa daerah perkotaan sebenarnya menerima lebih sedikit curah hujan daripada daerah pedesaan di sekitarnya. Hal ini biasanya terjadi di kota-kota yang terletak di lembah dan dataran rendah, di mana pola curah hujan dikendalikan oleh pegunungan di dekatnya. Kota-kota yang paling menonjol adalah Seattle, Washington; Kyoto, Jepang; dan Jakarta, Indonesia.
Ada beberapa alasan mengapa sebagian besar kota menerima lebih banyak curah hujan daripada tetangga pedesaan mereka. Rekan penulis Liang Yang, profesor di Jackson School, mengatakan salah satu faktor kunci adalah keberadaan gedung-gedung tinggi, yang menghalangi atau memperlambat kecepatan angin. Hal ini menyebabkan konvergensi udara menuju pusat kota.
"Bangunan-bangunan semakin meningkatkan konvergensi ini dengan memperlambat angin, yang menghasilkan gerakan udara ke atas yang lebih kuat. Gerakan ke atas ini mendorong kondensasi uap air dan pembentukan awan, yang merupakan kondisi kritis untuk menghasilkan curah hujan dan presipitasi," kata Yang.
Para peneliti menemukan bahwa populasi memiliki korelasi terbesar dengan anomali presipitasi perkotaan dibandingkan dengan faktor lingkungan dan urbanisasi lainnya. Hal ini karena populasi yang lebih besar biasanya menciptakan daerah perkotaan yang lebih padat dan lebih tinggi, bersama dengan lebih banyak emisi gas rumah kaca, dan karenanya lebih terasa panas, kata Niyogi.
Fenomena ini memiliki implikasi untuk semua kota yang menuju masa depan perubahan iklim, kata Yang. Kondisi ini menggambarkan bagaimana peningkatan kemungkinan curah hujan di kota-kota, yang dikombinasikan dengan permukaan kedap air yang membentuk lingkungan perkotaan mereka, dapat memicu terjadinya banjir bandang.
"Menggabungkan kedua faktor ini berarti kita harus mengembangkan cara-cara inovatif untuk bersiap menghadapi banjir bandang," tegas Yang.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR