Nationalgeographic.co.id—Keluarga Caligula, Agrippina Muda, dan Nero merupakan keturunan Augustus. Augustus merupakan kaisar pertama Romawi yang didewakan. Meski begitu, para keturunannya meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah Kekaisaran Romawi. Pemerintahan mereka dipenuhi dengan intrik dan kekerasan politik, bahkan tidak wajar oleh para sejarawan kuno.
Pliny the Elder pernah menggambarkan mereka sebagai "api yang dilontarkan di antara umat manusia". Kisah ketiga penerus Augustus itu terus bergema sepanjang masa. Sepeninggal mereka, kisahnya terus diingat. Bahkan muncul kisah tentang roh-roh pendendam hingga penampakan yang menghantui.
Cerita-cerita hantu tentang beberapa penguasa Roma yang paling terkenal ini masih memikat hampir dua milenium kemudian.
Caligula: arwah gelisah sang kaisar dewa
Caligula ialah Kaisar Romawi pertama yang menyatakan dirinya sebagai dewa semasa hidupnya. Ia mengaku bersekutu dengan Jupiter (raja para dewa Romawi). Kegilaannya yang semakin menjadi-jadi dan penghinaannya terhadap penduduk Romawi sangat terkenal. Ia pernah mengeluh bahwa kota itu tidak memiliki "satu leher pun" untuk dipenggalnya.
Namun, ambisi Caligula untuk menjadi dewa menemui akhir yang tragis. Menurut sejarawan kuno Cassius Dio, Caligula menyadari: "Ia hanya memiliki satu leher," sementara Romawi memiliki "banyak tangan". Hal tersebut merujuk pada kekuatan kolektif rakyat dan para pembunuhnya.
Ditikam berulang kali, para pembunuhnya diduga memutilasi mayatnya dan terus menusuk pedang ke tubuhnya. Sementara satu laporan sensasional mengatakan mereka mencicipi dagingnya.
Setelah dibunuh, jenazahnya dikremasi dengan tergesa-gesa di atas tumpukan kayu bakar darurat. Kemudian dibuang ke kuburan dangkal. Tidak lama kemudian arwahnya dikabarkan mulai menghantui Bukit Palatine, tempat pembunuhannya terjadi. Malam demi malam, hantu-hantu menakutkan mengganggu taman tempat ia dibaringkan.
"Dan tidak ada malam yang berlalu tanpa penampakan yang menakutkan," tulis Lanta Davis di laman National Geographic.
Agrippina Muda: ibu yang pendendam
Sebelum pembunuhannya, Caligula telah mengasingkan saudara perempuannya Agrippina ke Kepulauan Pontiane.
Baca Juga: Ketika Perang dan Budak Membuat Petani Republik Romawi Jatuh Miskin
Meskipun demikian, Agrippina kembali ke Roma untuk memberikan pemakaman yang layak bagi saudaranya. Namun tindakannya mungkin merupakan manuver politik. Selain itu, Agrippina melakukannya sebagai upaya untuk menenangkan arwah Caligula yang jahat karena pemakaman yang tidak pantas.
Agrippina Muda juga menikahi kaisar berikutnya, Claudius, yang kebetulan adalah pamannya. "Hal ini merupakan suatu tindakan yang dianggap tidak baik di masa itu," kata Debbie Felton, penulis Haunted Greece and Rome.
Agrippina sangat ambisius. Sebagai saudara perempuan, keponakan, istri, dan ibu dari para kaisar, pengaruhnya terhadap Romawi tak tertandingi.
Namun, usahanya untuk mendapatkan kekuasaan berubah menjadi mematikan. Pada hari putranya Nero lahir, sejarawan Tacitus menyampaikan ramalan. Konon Nero akan memerintah Romawi dan membunuh ibunya. Tanpa gentar, Agrippina menyatakan, "Biarkan dia membunuhku, asalkan dia memerintah."
"Nero naik takhta saat remaja. Agrippina menduduki posisi kekuasaan yang sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya bagi seorang wanita," kata Anthony Barrett, penulis Agrippina: Sex, Power, and Politics in the Early Empire. Namun seiring bertambahnya usia, Nero mulai membenci pengaruh ibunya itu.
Upayanya untuk membunuh ibunya menjadi legenda. Pertama, Nero menggunakan racun, kemudian dengan memasang langit-langit agar runtuh menimpanya saat dia tidur. Ketika kedua upaya itu gagal, Nero mengundang Agrippina ke sebuah pesta. Ia mengirimnya pergi dengan perahu yang dirancang untuk hancur di laut.
Namun, Agrippina, yang telah menjadi perenang yang kuat selama pengasingannya di pulau, berenang menuju tempat yang aman. Salah satu pelayan perempuannya tidak seberuntung itu. Sang pelayan berteriak bahwa dia adalah Agrippina agar para pelaut mau menyelamatkannya. Sebaliknya, mereka memukul kepalanya dengan dayung.
Akhirnya, para pembunuh melacak Agrippina di vilanya. Kata-kata terakhirnya mengerikan: "Pukul rahimku!" perintahnya. Agrippina menuntut mereka untuk memukul rahim yang telah melahirkan putra yang mengkhianatinya.
Setelah kematiannya, ratapan misterius terdengar di dekat makamnya. Bahkan ada penampakan Furies yang memegang obor dilaporkan menghantui Nero. Diganggu oleh rasa bersalah dan paranoia, dia bahkan mencoba menghubungi hantu ibunya melalui pemanggilan arwah. Sang putra memohon pengampunan dari alam baka.
Nero: kaisar yang dikutuk
Kegilaan Nero semakin parah setelah kematian ibunya. Ia tidak begitu tertarik untuk memerintah, lebih memilih bernyanyi dan berakting di teater. Konon akting merupakan kegiatan yang akan menjadi "tanda keburukan" bagi orang Romawi kuno. "Para sejarawan kuno menggambarkannya sebagai ahli berpura-pura, bahkan di luar panggung," kata Shadi Bartsch, seorang profesor klasik di Universitas Chicago.
Tak lama kemudian, para sekutu mulai meninggalkan Nero secara berbondong-bondong. Suatu malam, ia terbangun dan mendapati istananya kosong. Ditandai akan dibunuh oleh Senat, yang telah menyatakannya sebagai musuh publik, Nero melarikan diri dari kota itu. Menghadapi kemungkinan ditelanjangi dan dipukuli sampai mati, ia memilih bunuh diri, menusukkan belati ke tenggorokannya.
Namun, kematian tidak banyak menghilangkan kenangan buruk akan Nero dalam ingatan orang Romawi.
Hantu Nero dikatakan juga menghantui Romawi di abad pertengahan. Menurut legenda, pohon kenari di dekat Basilika Santa Maria del Popolo menjadi pusat aktivitas setan. Dikatakan bahwa setan akan muncul dan meneror para peziarah. Di bawah pohon tersebut terdapat kerangka Nero. Paus Paschal II menebang pohon itu untuk membersihkan jiwanya dari Roma. Dan tulang-tulang Nero dibuang ke Sungai Tiber.
"Anda mungkin berpikir bahwa banyak hantu yang berkeliaran di Romawi kuno,” kata Felton. Tetapi cerita hantu tentang orang-orang terkenal tidak umum. Felton mengatakan bahwa tiga anggota keluarga yang terkenal ini menghantui orang-orang Romawi, sesuai dengan kehidupan mereka yang sangat mengerikan.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR