Struktur yang paling menonjol di situs tersebut adalah Grande Grotte (Gua Besar), yang juga dikenal sebagai Grotte des Portugais (Gua Portugis). Gua itu merupakan tempat perlindungan batu besar yang menjorok di dalam cirque, atau amfiteater, dari tebing yang terbuka.
Gua tersebut sebagian tertutup oleh dinding yang dibangun rapi yang terbuat dari balok batu pasir. Lusinan ceruk diukir di permukaan batu di dekatnya. Pilar batu berukir besar serta bangku ditemukan di Petit Grotte (Gua Kecil) sekitar 150 meter di tenggara.
Permukiman kuno?
Schreurs dan rekan-rekannya menemukan sisa-sisa dinding batu yang menutupi area di sekitar gua. Mereka juga menemukan lebih banyak ceruk dan lokasi ritual di lanskap sekitarnya di area seluas lebih dari 914 meter persegi.
Para peneliti juga menemukan indikasi ratusan teras batu di dekat Sungai Sahanafo. Sungai itu mengalir sekitar 1,6 kilometer di sebelah barat gua. Schreurs berpendapat beberapa di antaranya dulunya adalah rumah orang-orang yang menguburkan orang mati di ceruk-ceruk di Teniky.
Tanah di wilayah itu keras, jadi pertanian tidak mungkin dilakukan, katanya.
Namun, sumber daya lain mungkin dapat menopang kehidupan penduduk. Sungai itu penuh dengan belut, sementara babi hutan dan lemur banyak terdapat di hutan dan dataran di dekatnya. Schreurs berpendapat bahwa beberapa ratus orang mungkin pernah tinggal di dekat Teniky pada masa kejayaannya.
Schreurs dan peneliti lain berharap dapat menjelajahi beberapa misteri yang masih ada di situs tersebut. Mereka belum tahu mengapa ada orang yang menetap di situs terpencil seperti itu. Atau mengapa mereka meninggalkannya. Namun, satu kemungkinan adalah bahwa Teniky diserang.
“Apakah itu tempat perlindungan?” tanya Schreurs.
Beberapa bagian tembok dibangun di tempat yang seharusnya tidak memerlukan tembok.
“Hal ini menunjukkan bahwa tembok batu kering ini mungkin memiliki karakter protektif dan defensif. Namun terhadap siapa?” katanya.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR