Nationalgeographic.co.id—Belantara Foundation menyelenggarakan pameran konservasi di Mall Sarinah, Jakarta, pada 5-6 Oktober 2024. Kegiatan ini bertajuk Pameran Muda Mudi Konservasi 2.0: Kolaborasi Kunci Keberhasilan Konservasi Biodiversitas Indonesia.
Pameran selama dua hari yang diawali dengan Lomba Cerdas Cermat antar SMA se-Jabodetabek dan diselingi gelar wicara (talk show ini) terselenggara atas kolaborasi dengan IUCN - Indonesia Species Specialist Group (IdSSG), Forum HarimauKita (FHK), Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Forum Konservasi Orangutan Indonesia (FORINA), APP Group, Student Care, Eat & Run, Biologeek, serta didukung oleh The Body Shop Indonesia, SiDU, dan Pristine 8.6+.
Kegiatan gelar wicara yang digelar dalam dua sesi mengangkat tema besar “Kolaborasi Multipihak dalam Pelestarian Satwa Liar di Indonesia”. Sesi pertama di hari ke-1 pada 5 Oktober 2024 mengusung subtema “Mewujudkan Harmonisasi Manusia – Satwa Liar di Habitatnya”, sedangkan hari ke-2 pada 6 Oktober 2024 mendikusikan subtema “Bersama Lestarikan Alam Nusantara”.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, dalam sambutannya di acara pembukaan mengatakan bahwa acara Pameran Muda Mudi Konservasi merupakan sebuah gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadartahuan (awareness) publik, khususnya generasi muda, akan pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Oleh karena itu, Pameran Muda Mudi Konservasi kali ini difokuskan pada upaya menyampaikan pemahaman tentang pentingnya hidup harmonis antara manusia dengan satwa liar di habitatnya di Indonesia.
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, yang menjadi salah satu narasumber gelar wicara, menjelaskan bahwa kehilangan keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar, menjadi salah satu bagian dari triple planetary crisis (tiga krisis planet) yang dapat mengancam keberhasilan pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Secara global, yang menjadi faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati antara lain alih fungsi lahan, eksploitasi yang berlebihan (over exploitation), perubahan iklim, polusi, hama dan penyakit, jenis asing invasif, serta konflik satwa liar dengan manusia di habitatnya.
“Konflik manusia dengan satwa liar yang intensitasnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh banyak faktor, yang antara lain alih fungsi lahan yang berdampak pada hilangnya habitat, fragmentasi habitat, serta penurunan kualitas habitat. Meningkatnya aktivitas manusia di areal-areal yang merupakan habitat satwa liar juga dapat memicu terjadinya konflik," jelas Dolly seperti dikutip dari keterangan tertulis Belantara Foundation.
"Konflik manusia-satwa liar juga kerap terjadi di areal konsesi kehutanan, di HGU Perkebunan sawit, atau bahkan di ladang masyarakat. Oleh karenanya dibutuhkan strategi, upaya, serta aksi konkret bersama dari para pihak untuk mewujudkan harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya”, imbuh Dolly.
“Harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya merupakan sebuah win-win solution bagi pembangunan berkelanjutan dan upaya konservasi”, tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.
Baca Juga: Lima Pelajaran untuk Meningkatkan Skala Konservasi Secara Sukses
Senada dengan Dolly, pada waktu dan tempat yang sama, Co-Chair IUCN-IdSSG, Sunarto, mengatakan bahwa diskusi dan edukasi tentang pentingnya berbagi ruang dan hidup berdampingan antara satwa dan manusia perlu terus-menerus dilakukan. Selain berbagai manfaat yang didapat, memang ada risiko konflik yang perlu diminimalisir atau dimitigasi dan dikelola dengan baik secara terus-menerus.
Sunarto menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik manusia dan satwa liar di habitatnya, yaitu masalah dari individu satwa liar itu sendiri. Misal satwa liar yang sakit cenderung mengalami kesulitan berburu seperti biasa dan individu jantan muda yang mencari wilayah jelajah baru juga cenderung mengalami konflik dengan manusia.
Selain itu, terdapat juga faktor habitat yang bersinggungan dengan daerah aktivitas manusia seperti permukiman atau perkebunan. Terlebih, seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhannya, tekanan terhadap habitat alami satwa liar juga semakin kuat.
“Pemahaman yang baik oleh semua pihak menjadi kunci utama untuk berbagi ruang dan hidup berdampingan secara harmonis”, ujar Sunarto.
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pengurus Belantara Foundation, Irsyal Yasman, mengatakan bahwa gerakan Muda Mudi Konservasi ini sangat relevan dengan salah satu pilar program Belantara yaitu pelestarian satwa liar beserta habitatnya.
“Kami akan terus mengajak dan terus menggalakkan upaya kolaborasi multipihak untuk mendukung gerakan penyadartahuan atau awareness serta edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda akan pentingnya berpartisipasi aktif dalam menjaga dan melestarikan biodiversitas di Indonesia”, ucap Irsyal.
Pameran selama dua hari ini merupakan puncak acara dari rangkaian kegiatan Muda Mudi Konservasi, yang meliputi Belantara Learning Series Episode 11 dengan tema Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan: Pembelajaran Dari Asia pada 11 September 2024. Seminar International hybrid yang melibatkan pembicara dari berbagai negara di Asia ini diadakan di Universitas Pakuan, Bogor, serta melalui aplikasi zoom dan live streaming di akun Youtube Belantara Foundation.
Selain itu, juga terdapat Kampanye Digital berupa komik reels di Instagram dengan tema “Hidup Harmonis Manusia-Satwa Liar di Habitatnya” dan lomba fotografi bertajuk Belantara Snapshot bertemakan “Pesona Alam Indonesia” pada 24 September – 2 Oktober 2024 di Instagram, serta “Belantara Goes To School” yang mengangkat tema “Peningkatan Literasi Keanekaragaman Hayati Indonesia melalui Quiz Game dan Media Sosial”.
Serial berbagai kegiatan yang merupakan kolaborasi antara Belantara Foundation dengan Universitas Pakuan ini akan dimulai pada 23 Oktober 2024 mendatang di SMA Negeri 1 Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Rangkaian acara yang dimulai sejak sebulan lalu ini diselenggarakan dalam rangka Global Tiger Day yang diperingati setiap 29 Juli, Hari Konservasi Alam Nasional/HKAN yang diperingati setiap 10 Agustus, serta World Elephant Day yang diperingati setiap 12 Agustus, dan International Orangutan Day yang diperingati setiap 19 Agustus.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR