Nationalgeographic.co.id—Sebuah penemuan mengejutkan telah mengubah pemahaman kita tentang asal-usul oksigen di Bumi.
Para ilmuwan berhasil membuktikan bahwa oksigen dapat dihasilkan di kedalaman laut, jauh dari sinar matahari yang selama ini dianggap sebagai sumber utama produksi oksigen melalui proses fotosintesis.
Fenomena ini, yang kemudian dikenal sebagai "oksigen gelap", telah membuka babak baru dalam penelitian tentang kehidupan di planet kita.
Selama bertahun-tahun, kita diajarkan bahwa oksigen yang kita hirup berasal dari tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Namun, penemuan oksigen gelap ini menantang anggapan tersebut. Proses pembentukan oksigen di kedalaman laut ini terjadi melalui reaksi kimia yang melibatkan mineral tertentu di dasar laut.
Penemuan ini tidak hanya mengungkap rahasia alam yang baru, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap masa depan ekosistem laut dalam.
Apalagi dengan semakin berkembangnya industri pertambangan laut dalam, yang mendorong aktivitas eksplorasi dan pengambilan mineral di dasar laut semakin intensif.
Dengan kata lain, proses penambangan ini berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem laut dalam, termasuk mengganggu proses pembentukan oksigen gelap yang baru ditemukan ini.
Penemuan mengejutkan di dasar samudra
Dalam ekspedisi ilmiahnya yang mendalami kawasan terpencil Clarion-Clipperton Zone di Samudra Pasifik pada tahun 2013, Andrew Sweetman, seorang peneliti kelautan, menemukan hal yang tak terduga dan menghebohkan dunia sains.
Saat menyelami kedalaman sekitar 4.000 meter, di mana sinar matahari sama sekali tak mampu menembus, sensor yang ia gunakan menangkap sinyal yang mengindikasikan adanya proses produksi oksigen.
Melansir Eco News, keheranan mendalam pun menyelimuti Sweetman. Selama ini, pengetahuan umum yang telah mapan adalah bahwa produksi oksigen di Bumi secara dominan terjadi melalui proses fotosintesis, sebuah mekanisme yang melibatkan organisme hidup yang memanfaatkan energi matahari.
Baca Juga: Dunia Hewan: Cara Ikan Naga Mencari Pasangan di Laut Dalam yang Gelap
Bagaimana mungkin ada oksigen yang dihasilkan di kedalaman ekstrem, jauh dari jangkauan sinar mentari? Awalnya, ia menduga adanya kesalahan pada peralatan penelitiannya. Namun, setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang cermat, Sweetman dipaksa mengakui kenyataan bahwa data yang ia peroleh adalah akurat.
Melalui penelitian lebih lanjut, Sweetman dan timnya mengungkap fakta mengejutkan bahwa sumber oksigen misterius tersebut berasal dari nodul-nodul logam yang terbentuk secara alami di dasar laut. Nodul-nodul ini, yang kaya akan mineral berharga seperti kobalt, nikel, dan litium, ternyata memiliki kemampuan untuk menghasilkan oksigen.
Penemuan revolusioner ini, yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal ilmiah bergengsi Nature Geoscience, telah membuka babak baru dalam pemahaman kita tentang ekosistem laut dalam dan potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Nodul logam: Sumber daya alam yang tak terduga
Untuk memahami mekanisme di balik fenomena ini, para ilmuwan telah mengajukan hipotesis menarik. Mereka membayangkan nodul logam sebagai baterai alami yang bekerja secara terus-menerus di dasar laut.
Ketika nodul-nodul ini terendam dalam air asin, terjadilah reaksi kimia yang serupa dengan proses elektrolisis. Arus listrik yang dihasilkan oleh nodul-nodul ini memiliki kekuatan untuk memecah molekul air menjadi komponen penyusunnya, yaitu hidrogen dan oksigen.
Oksigen yang dilepaskan kemudian meresap ke dalam lingkungan sekitarnya, menciptakan sumber oksigen baru yang independen dari proses fotosintesis.
Hasil eksperimen laboratorium telah memberikan bukti empiris yang mendukung hipotesis ini. Para peneliti menemukan bahwa daya listrik yang dihasilkan oleh sebuah nodul logam memang tidak terlalu besar, setara dengan daya yang dihasilkan oleh baterai AA biasa.
Namun, ketika jutaan nodul logam berkumpul dalam suatu area di dasar laut, daya gabungan mereka dapat memicu reaksi elektrolisis pada skala yang lebih besar.
Penemuan ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang peran nodul logam dalam ekosistem laut dalam. Oksigen yang dihasilkan oleh nodul-nodul ini, yang sering disebut sebagai "oksigen gelap", kemungkinan besar mendukung kehidupan organisme mikroskopis dan invertebrata yang mendiami dasar laut.
Selain itu, oksigen gelap juga dapat mempengaruhi proses geokimia di dasar laut, seperti pelarutan mineral dan pembentukan sedimen.
Baca Juga: Ekspedisi BRIN dan OceanX Petakan Kekayaan Alam Laut Dalam Indonesia
Penambangan laut dalam: Ancaman bagi sumber oksigen
Penemuan revolusioner mengenai produksi oksigen oleh nodul logam di dasar laut telah menyoroti betapa rentannya ekosistem laut dalam yang misterius. Namun, di balik keindahan dan kompleksitas alam bawah laut ini, mengintai ancaman serius yang berasal dari aktivitas manusia: penambangan laut dalam.
Kawasan Clarion-Clipperton Zone, yang kaya akan nodul logam, menjadi target utama bagi perusahaan pertambangan yang tergiur oleh potensi keuntungan ekonomi yang besar. Namun, ambisi untuk mengeksploitasi kekayaan mineral di dasar laut ini berpotensi menimbulkan konsekuensi ekologis yang sangat serius.
Para ahli kelautan, termasuk Sweetman, telah menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap dampak penambangan terhadap produksi oksigen gelap dan kelangsungan hidup beragam makhluk hidup yang bergantung padanya.
Ekosistem laut dalam, yang telah berevolusi selama jutaan tahun dalam kondisi ekstrem, sangat sensitif terhadap gangguan eksternal. Kegiatan penambangan, seperti penggarukan dasar laut untuk mengumpulkan nodul logam, dapat menyebabkan kerusakan habitat yang luas, mengganggu rantai makanan, dan melepaskan sedimen yang dapat mengubur organisme-organisme bentik.
Lebih dari 800 ilmuwan kelautan dari 44 negara telah bersatu dalam upaya untuk melindungi ekosistem laut dalam yang rentan ini. Mereka menandatangani petisi yang menyerukan moratorium sementara terhadap penambangan laut dalam, hingga penelitian yang lebih komprehensif dapat dilakukan untuk memahami sepenuhnya dampak dari aktivitas ini.
Pengalaman pahit dari upaya penambangan laut dalam pada dekade 1980-an menjadi pelajaran berharga. Kegiatan penambangan pada masa lalu telah terbukti menyebabkan kerusakan ekosistem yang parah dan memakan waktu bertahun-tahun untuk pulih.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan mengambil tindakan pencegahan sebelum kerusakan yang lebih besar terjadi.
Sebelum memberikan izin untuk eksploitasi mineral skala besar di laut dalam, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang interaksi kompleks antara nodul logam, produksi oksigen, dan keanekaragaman hayati di dasar laut.
Keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan
Penemuan fenomena produksi oksigen gelap di kedalaman samudra telah membuka tabir misteri alam semesta yang tersembunyi di bawah permukaan laut.
Penemuan ini tidak hanya mengungkap kompleksitas ekosistem laut yang melampaui imajinasi kita, tetapi juga menyajikan gambaran yang lebih jelas tentang ketergantungan kehidupan di Bumi pada keseimbangan alam yang rapuh.
Seiring dengan semakin mendalamnya pemahaman kita tentang proses biogeokimia yang terjadi di dasar laut, semakin kita menyadari betapa rentannya ekosistem ini terhadap gangguan eksternal.
Penambangan laut dalam, dengan segala daya rusaknya, menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan sumber oksigen gelap dan beragam kehidupan yang bergantung padanya.
Mengingat potensi risiko yang sangat besar, para ilmuwan menyerukan perlunya penelitian yang lebih komprehensif dan mendalam sebelum keputusan diambil untuk mengeksploitasi sumber daya mineral di laut dalam.
Pemahaman yang lebih baik tentang interaksi kompleks antara nodul logam, produksi oksigen, dan keanekaragaman hayati di dasar laut sangat penting untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.
Dalam menghadapi dilema antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, kita dihadapkan pada tantangan untuk menemukan keseimbangan yang tepat.
Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan dengan bijaksana, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan generasi mendatang.
Pendekatan yang lebih baik adalah dengan mengembangkan teknologi ramah lingkungan yang dapat meminimalkan kerusakan lingkungan, serta mendorong investasi dalam penelitian dan pengembangan energi alternatif yang berkelanjutan.
KOMENTAR