"Mitos ini juga menekankan gagasan penemuan seksualitas sebagai sumber kenikmatan, tetapi juga sebagai sumber penderitaan tanpa akhir," ungkap Marius dan Oana.
Hal itu diinterpretasikan oleh Hesiod sebagai kemerosotan dari kehidupan surgawi yang naif ke dalam dunia inkarnasi dimana manusia tidak hanya harus mengolah materi dengan upaya yang melelahkan, tetapi juga menjadikan materi sebagai cerminan kesadaran mereka sendiri.
"Sekali lagi, kita dapat melihat kemunculan ide yang sama, yang juga muncul dalam teks Alkitab, bahwa kelahiran adalah kutukan bagi umat manusia, kutukan ilahi yang menimpa Hawa, memproyeksikan penderitaan dalam proses melahirkan, mengingatkan akan fakta ini sepenuhnya," papar mereka.
Elemen lain yang diangkat oleh mitos Prometheus menurut Hesiod adalah konsep kerja. Hidup di bumi yang terikat dalam ruang dan waktu juga menjadikan manusia harus bekerja terus-menerus.
Jika sebelumnya anugerah ilahi tampak tersedia bagi manusia di surga, ketika terusir ke bumi, semua yang menjadi kebutuhan utama untuk kehidupan manusia harus diperoleh dengan terus menerus mengeksplorasi, menaklukkan, dan mengolah materi, yaitu melalui usaha baik bekerja secara individu ataupun kelompok.
"Sekali lagi, kita bisa merasakan kedekatan gagasan dalam dua kisah tersebut, dalam kutukan ilahi terhadap manusia, seakan ditegaskan bahwa hanya dengan bekerja yang melelahkan manusia dapat memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk hidupnya," jelasnya.
Seiring dengan konsep bertahan hidup melalui kerja, ada juga evokasi realitas baru lainnya, yang tidak pernah dialami oleh manusia di surga, yakni tragedi dan kekejaman perang.
Setelah sebelumnya hidup berdampingan dengan para dewa, hidup di bumi ternyata berhadapan dengan konflik, penghancuran, dan penaklukan terhadap pihak lain.
Spektrum beracun perang muncul sebagai komponen alami dari dunia di mana manusia dihadapkan pada kesulitan untuk menemukan sumber daya utama, serta keterbatasan sumber daya tersebut pada wilayah geografis tertentu yang harus dikuasai sepenuhnya.
Dengan demikian, mulailah kultus terhadap pejuang pendiri benteng dan peradaban yang, dalam pencarian dan eksploitasi sumber daya baru, terlibat dalam konflik dengan pihak lain, dan kemenangannya menjadi awal terbentuk dan berkembangnya sebuah bangsa dan budaya.
Ia menjadi pahlawan legendaris yang meletakkan dasar bagi benteng, kerajaan, bahkan kekaisaran yang ditujukan untuk menandai evolusi sejarah umat manusia secara keseluruhan.
Baca Juga: Goethe, Prometheus, dan Pemberontakan Tertinggi Umat Manusia
Kobarkan Semangat Eksplorasi, National Geographic Apparel Stores Resmi Dibuka di Indonesia
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR