“Ular besar tersebut diyakini sebagai hewan sekaligus kano, tempat semua komunitas manusia asli berlayar,” tulis Juan Sebastian Gomez-Garcia di laman The Collector.
Selama perjalanan penciptaan, kano anakonda akan muncul dari kedalaman air ke permukaan. Ia kemudian meninggalkan komunitas manusia di sepanjang tepian sungai.
Dalam beberapa variasi mitos, komunitas tersebut adalah kelompok orang yang berbeda, termasuk masyarakat adat dan orang Eropa. Mitos tersebut menunjukkan kontak historis orang Eropa dengan komunitas ini.
Representasi fisik paling signifikan dari entitas ganda ini telah ditemukan di Serrania del Chiribiquete. Wilayah itu merupakan wilayah pegunungan di hutan hujan Amazon Kolombia, tempat piktograf kuno ditemukan.
Antropolog Castano-Uribe menggambarkan piktograf tersebut sebagai gambaran perahu anakonda. Di atasnya, manusia berdiri dan mengangkat tangan mereka ke langit.
Hal ini menunjukkan adanya hubungan perdukunan antara praktik pemujaan dan kesakralan anakonda. Piktograf itu menjadi salah satu bukti bahwa anakonda adalah entitas terpenting dalam ekosistem Amazon.
Mitos tentang bervariasi tergantung pada perbedaan bahasa atau budaya masing-masing komunitas. Antropolog Stephen Hugh-Jones merujuk pada fenomena heterogenitas naratif ini, dengan menggambarkan mitos anakonda sebagai pohon dengan beberapa cabang.
Di antara masyarakat Desana di hutan hujan Amazon bagian timur Brasil, misalnya, ada kisah yang berbeda tentang anakonda leluhur. Konon perahu tersebut sekaligus merupakan seekor ular kobra besar “kakek dunia”.
Ular ini melakukan perjalanan ke hulu sungai, dan di sepanjang lintasannya, ia berhenti di rumah-rumah di dekat air. Jadi seluruh masyarakat bebas memasuki rumah-rumah tersebut dan melakukan upacara ritual pertama yang diperlukan untuk menetap. Mereka pun memulai kehidupan sosial dan budaya.
Di masyarakat yang sama, antropolog Gerardo Reichel-Dolmatoff menambahkan bahwa kano anakonda digunakan oleh dewa pencipta, Matahari. Matahari mengirim manusia ke Bumi.
Cerita ini menunjukkan hubungan seksual dengan anakonda, karena ia juga dianggap sebagai rahim tempat manusia dikandung.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR