Ia mencontohkan, konsumsi ayam pada masyarakat di kepulauan akan lebih sedikit daripada konsumsi hasil laut. Dan, setiap daerah akan mengembangkan makanan dan kearifan pangan dari komoditas lokal mereka.
“Tradisi dan kepercayaan juga memengaruhi apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh suatu kelompok masyarakat. Misalnya, satu daerah melarang konsumsi sidat (ikan bertumpuh panjang ramping), karena mereka beranggapan bahwa sidat merupakan kerabat jauh mereka," tutur Seto. "Ada juga yang menganggap sidat adalah hewan keramat yang hidup di mata air, sehingga harus dijaga dengan baik."
Bicara soal pangan lokal, Khoirul menerangkan, kelokalan itu bisa berdasarkan komoditas setempat. Sebutlah, daerah Bogor punya kacang bogor. Hal tersebut menjadi nilai positif, karena masyarakat Bogor memanfaatkan potensi pangan di daerahnya.
“Kelokalan juga terkait budaya, yaitu dalam bentuk makanan khas. Inilah yang biasanya dimaksimalkan oleh setiap daerah,” terangnya.
Makanan olahan tak selalu salah
Seto menyebutkan, setiap kelompok masyarakat mempunyai cara sendiri dalam mengolah makanan sesuai pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki. Dalam konteks budaya, itulah proses terbaik di daerah tersebut.
Contohnya, dari sumber daya yang berlimpah, masyarakatnya akan membuat olahan untuk menambah usia penyimpanan makanan.
“Misalnya, olahan fermentasi mandai di Banjarmasin. Mandai terbuat dari kulit cempedak yang difermentasi untuk menambah umur simpan. Mereka juga mempunyai suplai ikan air tawar yang melimpah, sehingga mengembangkan olahan fermentasi iwak makasam,” ucap Seto.
Khoirul menambahkan, masyarakat Indonesia memiliki beragam budaya makan dengan berbagai proses pemasakan makanan. “Proses pengolahan makanan memang bisa menurunkan zat gizi, walaupun sebenarnya kita dapat menambahkan zat gizi yang hilang."
"Bicara soal proses fermentasi, kandungan gizi dalam makanan yang difermentasi masih bagus," tegas Khoirul. "Namun, ketika makanan fermentasi itu diolah lagi dengan cara digoreng, kandungan gizinya jadi berbeda. Walaupun, bahan pangannya sama.”
Ia menekankan, makanan olahan tidak selalu salah. Sebab, memproses makanan sebenarnya merupakan bagian dari kebutuhan kita untuk memperpanjang daya simpan suatu makanan.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR