Nationalgeographic.co.id—Sepanjang sejarah manusia, kreativitas sering kali menjadi pedang bermata dua, yang menghasilkan inovasi yang mengagumkan. Salah satunya adalah metode penyiksaan yang benar-benar mengerikan.
Di antara contoh yang paling aneh dan paling meresahkan adalah bentuk hukuman yang dijuluki “lidah kambing”. Teknik aneh ini tidak melibatkan apa pun selain air asin, seekor kambing, dan korban yang diikat. Korban dijatuhi hukuman dengan dijilat oleh seekor kambing.
Tampak aneh dan tidak berat, jenis hukuman ini dapat menimbulkan penderitaan yang tak terbayangkan. Hukuman lidah kambing ini meninggalkan jejaknya dalam catatan sisi gelap manusia.
Kegilaan di balik hukuman “lidah kambing” dalam sejarah manusia
Sekilas, hukuman ini terdengar lucu. Seseorang direndam kakinya dalam air asin lalu kemudian diikat. Telapak kakinya dibiarkan terbuka. Lalu masuklah kambing, hewan ternak yang tampaknya tidak berbahaya.
Tertarik oleh residu asin pada kulit korban, kambing mulai menjilatinya. “Lidahnya yang kasar bertindak seperti amplas alami yang persisten,” tulis Gary Manners di laman Ancient Origins.
Awalnya, hal ini mungkin tampak lucu atau bahkan menggelitik bagi jiwa malang yang terikat. Lagipula, apa salahnya sedikit jilatan dari kambing?
Namun, saat jilatan terus berlanjut, sensasinya dengan cepat berubah dari geli menjadi menyiksa. Lidah kambing, yang kasar seperti ampelas, akan mulai mengikis kulit. Jilatan pun menyebabkan luka terbuka yang menyiksa. Rasa sakit menggantikan tawa, dan siksaan itu menjadi tak tertahankan.
Asal-usul hukuman lidah kambing
Mengutip dari laman The Archeologist, asal-usul bentuk penyiksaan yang tidak biasa ini berasal dari era Romawi kuno. Di masa itu, masyarakatnya terkenal dengan hukumannya yang inventif.
Dalam dokumentasi Romawi kuno, digambarkan bahwa lidah kambing sebagai salah satu dari beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan pengakuan. Jilatan kambing ini juga dijadikan sebagai salah satu jenis hukuman.
Baca Juga: Mitologi Yunani: 4 Hukuman Tersadis Zeus, Prometheus Paling Menderita
Kesederhanaan teknik ini menjadikannya unik. Tidak memerlukan peralatan yang rumit, hanya kesabaran dan naluri alami hewan.
Lidah kambing tidak dirancang untuk menjadi hukuman yang cepat. Kekejamannya terletak pada sifatnya yang lambat dan metodis.
Kedua faktor itu memperpanjang penderitaan korban selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Siksaan psikologis ini—mengetahui rasa sakitnya hanya akan meningkat—merupakan bagian dari hukuman seperti halnya penderitaan fisik.
Dipercaya bahwa hal itu merupakan hukuman atas pelanggaran ringan. Pasalnya, hukuman ini jarang mengakibatkan kematian tetapi menjamin ketidaknyamanan dan penghinaan.
Aspek psikologisnya sama menghancurkannya. Bayangkan jika Anda menangis karena sesuatu yang tidak berbahaya seperti seekor kambing!
Mengapa ada metode hukuman yang aneh seperti lidah kambing?
Jika merenungkan hukuman aneh seperti 'lidah kambing', orang mungkin bertanya-tanya mengapa metode yang aneh seperti itu pernah ada. Jawabannya terletak pada kecenderungan manusia untuk bereksperimen dengan kekuasaan, ketakutan, dan kendali.
Dalam masyarakat kuno, penyiksaan tidak hanya berfungsi sebagai metode hukuman tetapi juga sebagai alat untuk pencegahan dan tontonan suram untuk memperkuat otoritas.
Dengan menggunakan hewan sehari-hari seperti kambing, bentuk hukuman ini juga menjadi pengingat suram akan garis tipis antara yang biasa dan yang mengerikan. Seekor kambing, simbol kehidupan dan makanan, diubah menjadi alat penderitaan, yang menumbangkan citranya yang baik.
Warisan yang menyakitkan
'Lidah kambing' adalah pengingat yang mengerikan tentang sejauh mana manusia berusaha menimbulkan rasa sakit. Meskipun aneh dan ganjil, lidah kambing adalah jendela ke dalam jiwa manusia. Hukuman itu menunjukkan bagaimana kekejaman dapat terjadi dalam bentuk yang tidak terduga sekaligus mengerikan.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Mengapa Tidak Ada Penjara dalam Peradaban Yunani Kuno?
Biarkan lidah kambing menjadi kisah peringatan—dan mungkin alasan untuk tidak pernah meremehkan seekor kambing.
Awalnya, sensasi itu mungkin terasa geli, bahkan lucu. Namun, saat kambing terus bekerja tanpa henti, humornya memudar. Kekasaran lidah kambing secara bertahap mengikis kulit di kaki, memperlihatkan jaringan yang mentah dan sensitif.
Apa yang awalnya merupakan ketidaknyamanan yang aneh segera berubah menjadi rasa sakit yang membakar. Pasalnya lapisan demi lapisan kulit terkelupas.
Prosesnya tidak hanya berhenti pada siksaan fisik. Luka terbuka berisiko tinggi terkena infeksi, terutama di era ketika kebersihan dan perawatan medis masih sangat sederhana.
Mulut kambing, yang jauh dari kata steril, dapat memasukkan sejumlah bakteri ke dalam luka baru. Hal ini menyebabkan infeksi yang berpotensi fatal.
Bahkan jika infeksi tidak terjadi, kerusakan parah pada kaki sering kali membuat korban tidak dapat bergerak, sehingga memperparah penderitaan mereka.
Meskipun metode penyiksaan 'lidah kambing' telah lama tidak dipraktikkan, warisannya tetap ada sebagai bukti kapasitas manusia untuk melakukan kekejaman.
Kisah-kisah seperti ini mengingatkan kita pada bab-bab yang lebih gelap dalam sejarah manusia. Kecerdikan digunakan bukan untuk kemajuan tetapi untuk hukuman.
Saat ini, kita dapat bersyukur bahwa praktik-praktik biadab seperti itu telah menjadi bagian dari sejarah. Masyarakat modern mungkin memiliki kekurangannya, tetapi setidaknya kita tidak lagi hidup dalam ketakutan dijilati sampai mati oleh seekor kambing.
Idulfitri dan Kesehatan Mental: Ketika Kumpul Keluarga Malah Memicu Stres, Apa yang Salah?
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR