“Pemanfaatan sorgum sebagai tanaman pangan yang tahan iklim dan memberikan dampak positif dalam mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim,” jelas Fortina.
Ia menambahkan, pemaanfaatan sorgum juga dapat membantu mengurangi konsumsi pangan yang tidak ramah lingkungan seperi gandum atau jagung, artinya dengan penggunaan sorgum juga berkontribusi dalam keberlanjutan lingkungan.
Memanfaatkan pangan lokal untuk kebutuhan utama bisa menggantikan ketergantungan terhadap pangan impor. Ketergantungan dan persepsi masyarakat bahwa beras adalah satu-satunya sumber utama pangan lokal adalah salah besar.
Hal tersebut membuat Indonesia mengimpor beras dari luar negeri, dengan jumlah impor sebesar 3,48 juta ton beras sepanjang tahun 2024, sudah menjadi ‘lampu merah’ bagi ketahanan pangan di Indonesia sendiri.
Selain dengan pemanfaatan pangan lokal seperti sorgum di daerah Flores Timur, diversifikasi bahan pangan menjadi salah satu langkah untuk mencapai ketahanan pangan.
Salah satu penelitian dengan judul, “Produksi Nasi Instan Berbasis Diversifikasi Pangan Lokal Ubi Ungu sebagai Pangan Darurat Fungsional” memberikan hasil bahwa ubi ungu yang merupakan pangan lokal dapat diversifikasi menjadi nasi instan.
Penelitian yang terbit di Journal of Food and Culinary ditulis oleh Erwin Setiawan dan kawan-kawan menyampaikan bahwa pengolahan ubi ungu selama ini sangat terbatas dan kurang bervariasi.
Padahal ubi ungu mengandung karbohidrat sebanyak 28 gram dengan umur simpan yang panjang, ubi ungu mempunyai potensi besar sebagai alternatif pengganti beras.
“Apabila mengonsumsi 100 gram ubi ungu artinya sudah memenuhi 8 persen angka kebutuhan akan konsumsi serat,” ujar Erwin.
Ubi ungu memiliki banyak kandungan zat gizi, salah satunya serat pangan. Melansir laman World Health Organization (WHO), ubi ungu mengandung serat pangan sebanyak 3 persen dari keseluruhan kandungan di dalam ubi ungu.
Ubi ungu juga memiliki kandungan zat amilosa, yang mana juga sama dengan kandungan pada beras padi.
“Kandungan amilosa pada beras akan berpengaruh pada kelengketan dan keperaan nasi yang dihasilkan. Semakin tinggi kandungan amilosa maka akan semakin pera nasi yang dihasilkan,” terang Erwin.
Adapun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi amilosa pada beras dari ubi ungu sebesar 10 hingga 20 persen sedangkan tingkat amilosa pada beras padi umumnya 20 persen. Artinya, beras ubi ungu memiliki kadar yang hampir setara dengan beras padi.
Apabila melihat studi-studi yang dilakukan, pangan lokal Indonesia tidak kalah dalam hal kandungan gizi dan bahkan lebih baik dari pangan impor. Hanya penelitian dan pengelolaan untuk mengoptimalkan manfaatnya yang perlu diperhatikan.
Penulis | : | Neza Puspita Sari Rusdi |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR