Serangga sangat rentan terhadap peningkatan suhu, karena mereka memiliki kemampuan terbatas untuk mengatur suhu tubuh mereka sendiri, jelas López-Uribe.
Untuk memahami bagaimana spesies penyerbuk yang berbeda dapat mengatasi peningkatan suhu global, para peneliti mempelajari "termal kritis maksimum" atau CTMax lebah dan lalat yaitu suhu maksimum yang dapat mereka tahan sebelum kehilangan kemampuan untuk bergerak.
Tim menemukan bahwa lebah dapat menoleransi suhu yang jauh lebih tinggi daripada lalat. Rata-rata, CTMax untuk lebah adalah 2,3 derajat Celsius lebih tinggi daripada lalat.
Para peneliti juga menemukan bahwa rentang waktu dalam sehari memengaruhi toleransi panas lebah. Lebah yang mencari makan di pagi hari yang lebih dingin memiliki CTMax yang lebih tinggi daripada yang aktif di sore hari yang lebih hangat.
Selain itu, kondisi geografi juga ikut berperan dalam toleransi panas.
Tim peneliti menemukan bahwa lalat dan lebah dari daerah tropis dataran tinggi seperti Cajicá, Kolombia, memiliki nilai CTMax yang lebih rendah daripada rekan-rekan mereka yang ada di daerah subtropis seperti California dan Texas. Hal ini menunjukkan bahwa serangga di lingkungan dataran tinggi yang lebih dingin mungkin lebih rentan terhadap peningkatan suhu yang kecil sekalipun.
"Di lingkungan pegunungan Alpen dan subarktik, lalat merupakan penyerbuk utama," kata López-Uribe. "Penelitian ini menunjukkan kepada kita bahwa ada seluruh wilayah yang dapat kehilangan penyerbuk utamanya saat iklim menghangat, yang dapat menjadi bencana bagi ekosistem tersebut."
Source | : | Science Daily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR