Nationalgeographic.co.id—Lewat satu inovasi, tiga masalah diatasi. Kira-kira itulah yang terlihat dalam proyek "Optimalisasi Tenaga Surya Sebagai Penyulingan Daun Cengkeh yang Bermanfaat untuk Konservasi Pohon Cengkeh" yang dibesut oleh tim Ecorojo Rawat Jagat.
Tim yang berasal dari SMA Negeri 2 Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Tengah, tersebut mencoba mengatasi masalah polusi dalam proses penyulingan minyak atsiri cengkeh, melakukan konservasi terhadap pohon cengkeh, sekaligus melakukan daur ulang.
Ide inovasi yang berhasil menjadi salah satu dari 25 finalis Toyota Eco Youth (TEY) ke-13 ini sendiri berawal dari keresahan Diki Yoga Saputra dan Valian Riska Deliana terkait turunnya produksi cengkeh di wilayah Pacitan.
"Bahkan di daerah kami, di desa Wonokarto, terjadi penurunan sebesar 115 ton dalam waktu 5 tahun," papar Valian dalam kegiatan genba TEY 13 di SMA Negeri 2 Ngadirojo, Kamis (19/12/2024).
Genba sendiri merupakan tahapan lanjutan dari kegiatan TEY 13 berupa kunjungan langsung ke lokasi pelaksanaan dari setiap finalis.
Melalui studi literatur, Diki dan Valian menemukan salah satu penyebab penurunan produksi cengkeh adalah banyaknya pohon cengkeh yang mati.
Selain penurunan produksi, masalah lain yang muncul adalah adanya polusi udara akibat penyulingan minyak cengkeh yang dilakukan secara tradisional. Dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakar, proses tersebut memicu pelepasan karbon dioksida ke udara.
Proses penyulingan ini sendiri juga sering kali menggunakan daun cengkeh sisa penyulingan sebagai bahan bakar. Padahal, selain menimbulkan polusi seperti penggunaan kayu, cara ini juga menghilangkan fungsi penting dari daun cengkeh.
"Daun cengkeh sisa penyulingan tersebut memiliki fungsi sebagai "obat" bagi pohon cengkeh," jelas Diki
Melalui bimbingan Nungki Rahayu, salah seorang Guru SMA Negeri 2 Ngadirojo, Diki dan Valian kemudian memutuskan untuk membuat sebuah alat penyulingan daun cengkeh yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan sinar matahari.
Patut dicatat, proses daur ulang tidak hanya melalui pemanfaatan limbah daun cengkeh sisa penyulingan. Alat penyulingan dengan tenaga sinar matahari tersebut juga dibuat dengan penggunaan parabola yang sudah tidak terpakai.
Baca Juga: Genba Sebagai Rangkaian Toyota Eco Youth Ke-13 Dimulai di SMKN 1 Mojokerto
Untuk kebaikan Bumi
Apa yang dilakukan oleh siswa-siswi SMA Negeri 2 Ngadirojo ini menjadi salah satu upaya memanfaatkan sebaik-baiknya berbagai limbah yang selama ini justru seperti tidak terlihat. Termasuk salah satunya daun cengkeh.
"Daun cengkeh sisa penyulingan tersebut memang seharusnya tidak berakhir sebagai sampah, melainkan menjadi pupuk," tutur Ari Syamsudin, General Manager PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), dalam kesempatan yang sama.
Ari juga menyoroti keberhasilan SMA Negeri 2 Ngadirojo menjadi salah satu dari 25 finalis TEY 13. Sebab, dirinya memang berharap finalis ajang inovasi tingkat SMA dan sederajat tersebut dapat berasal dari sekolah-sekolah yang berada di wilayah terpencil.
Terlebih, TEY juga pada dasarnya merupakan salah satu program dari Toyota Indonesia di bidang pendidikan yang bertujuan mendorong generasi muda semakin peduli dengan lingkungan.
"Semuanya untuk kebaikan Bumi," pungkas Ari.
Sementara itu, Wakil Bupati Pacitan, Gagarin Sumrambah, sangat merasa beruntung dengan inovasi yang dibuat oleh siswa-siswa SMA Negeri 2 Ngadirojo. Sebab, siswa-siswi ini mampu melihat suatu masalah yang justru sudah terlihat biasa oleh masyarakat setempat.
"Masyarakat kita terbiasa melihat penyulingan itu memang pasti melibatkan kayu bakar dan daun cengkeh," paparnya.
Apalagi, Gagarin menilai gagasan penyulingan dengan memanfaatkan sinar matahari juga tidak hanya terkait aspek ekonomis, tetapi gagasan ini juga mengarah pada satu tujuan, yaitu kelestarian.
"Ternyata, karya ilmiah ini mengarah pada upaya mengurangi pemanasan global," ungkap Gagarin yang mengaitkannya dengan beragam bencana alam di wilayahnya yang terjadi akibat fenomena perubahan iklim.
Baca Juga: Kreatif dan Inspiratif: 25 Proposal Terbaik Toyota Eco Youth (TEY) Ke-13
Dispenser pupuk cair dari SMA Negeri 2 Pacitan
Selain SMA Negeri 2 Ngadirojo, masih di hari yang sama, genba TEY 13 di Kabupaten Pacitan juga berlangsung di SMA Negeri 2 Pacitan.
Diwakili oleh Agreta Salsabela Anggraini Susanto dan Eka Risziana Agustin, tim dari sekolah tersebut mengusung ide inovasi yang bertajuk "Dipuca (Dispenser Pupuk Cair) dengan Memanfaatkan Sisa Makanan Sebagai Bahan Baku".
Dalam pemaparannya, Eka menuturkan bahwa gagasan mereka berawal dari adanya masalah sampah sisa makanan baik di wilayah Kabupaten Pacitan secara umum, maupun di sekolah mereka sendiri.
Padahal, menurut Eka, "Memilah sampah itu bukan hal yang sulit untuk dilakukan, hanya tinggal memisahkan sisa makanan dari kemasannya."
Namun, menurut Agreta, pemilahan saja tidaklah cukup. Sampah-sampah tersebut juga seharusnya diolah kembali agar bisa memberikan manfaat.
Apalagi, sampah sisa makanan juga tidak hanya bisa mencemari lingkungan, tapi juga mengganggu kenyamanan karena menimbulkan bau tidak sedap.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, Agreta menilai, "Yang paling efektif dalam pengolahan sampah sisa makanan adalah dengan menjadikannya sebagai pupuk cair alami."
Suatu ide yang menurut mereka tidak hanya bisa diterapkan di sekolah mereka, tapi juga di lingkungan sekitar sekolah, bahkan lebih luas lagi.
KOMENTAR