Misalnya di Benin, Iroko sering ditemukan di tempat-tempat suci dan di lahan pertanian, di mana keberadaannya dilindungi oleh praktik etnobotani tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mengaitkan keberadaan pohon ini dengan nilai-nilai spiritual dan identitas budaya mereka.
Selain itu, penelitian oleh Christine Ouinsavi dan Nestor Sokpon menyoroti bahwa pohon Iroko yang tersisa di Benin sangat terkait dengan sistem agroforestri yang berfungsi untuk melestarikan sumber daya genetik.
"Praktik ini mencerminkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga pohon Iroko sebagai bagian dari warisan budaya dan ekologi mereka," ungkapnya.
"Lebih jauh lagi, pemujaan pohon Iroko juga mencerminkan hubungan spiritual yang dalam antara manusia dan alam," jelas Ouinsavi dan Sokpon dalam jurnal Agroforest Syst tahun 2008 silam.
"Dalam banyak tradisi Afrika, pohon dianggap sebagai tempat tinggal roh dan dewa, dan pemujaan terhadap pohon ini sering kali melibatkan ritual dan upacara yang bertujuan untuk menghormati dan menjaga hubungan ini," ungkap peneliti.
"Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa praktik spiritual dan kepercayaan terhadap kekuatan alam memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam dan keberlanjutan lingkungan," jelasnya.
Dengan demikian, pemujaan pohon Iroko tidak hanya merupakan tindakan penghormatan terhadap alam, tetapi juga merupakan bagian integral dari sistem kepercayaan yang lebih luas yang mengatur interaksi manusia dengan lingkungan mereka.
Secara keseluruhan, pemujaan pohon Iroko mencerminkan kombinasi antara nilai ekologis dan spiritual yang mendalam. Melalui praktik ini, masyarakat tidak hanya melestarikan pohon sebagai sumber daya, tetapi juga menjaga hubungan mereka dengan alam dan warisan budaya mereka.
Oleh karena itu, penting untuk memahami pemujaan ini dalam konteks yang lebih luas, yang mencakup aspek ekologis, budaya, dan spiritual yang saling terkait.
Pada zaman modern, banyak hutan dan pohon suci di Afrika telah diakui karena signifikansi ekologis dan budayanya, yang mengarah pada tindakan perlindungan formal.
Jadi, prinsip-prinsip pemujaan hutan tradisional telah diintegrasikan ke dalam strategi konservasi kontemporer. Berbagai organisasi dan pemerintah mengakui pentingnya pengetahuan dan praktik adat dalam mengelola sumber daya alam.
Hutan suci sering kali dimasukkan dalam jaringan kawasan lindung, dan inisiatif konservasi berbasis masyarakat memanfaatkan penghormatan tradisional terhadap alam untuk mendorong pengelolaan berkelanjutan.
Perpaduan antara kearifan kuno dan ilmu pengetahuan modern ini dianggap efektif dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan integritas ekologi.
Baca Juga: Sejarah Pohon Natal: Tradisi Pagan Kuno hingga Ancaman Ekosistem
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR