Nationalgeographic.grid.id—Wabah pes melanda pulau Jawa beberapa kali selama zaman Hindia Belanda berlangsung. Wabah yang menyebabkan jutaan kematian jiwa. Musibah paling mematikan yang belum pernah ada dalam kronik perwayangan sekali pun.
Dalam buku gubahan Maurits Bastiaan Meerwijk berjudul A History of Plague in Java, 1911-1942 terbitan tahun 2022, disebutkan bahwa Yersinia pestis atau wabah pes pertama kali menyerang Jawa Timur.
Saat itu, orang-orang di Jawa Timur mengenalnya dengan istilah sampar. Kasus pertama diketahui terjadi pada bulan November 1910 di desa Turen, kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Dilaporkan pada akhir tahun 1910, 17 orang tewas setelah terpapar.
Wabah ini menyebar dengan cepat, tersebar di hampir seluruh pelosok Jawa Timur dalam jangka waktu setahun. Dalam dua tahun berikutnya, wabah ini menyebar ke banyak daerah, bahkan hingga mencapai Jawa Barat.
Wabah ini disebabkan oleh bakteri yersinia pestis, yang ditularkan melalui kutu pada hewan yang terinfeksi, terutama hewan pengerat liar, seperti tikus. Wabah ini sejatinya telah melanda Eropa dan Asia Tengah sejak abad pertengahan.
Bakteri mengerikan ini pertama kali datang ke Jawa dengan menumpang dalam sebuah kapal kargo yang mengangkut beras dari Burma (sekarang Myanmar). Kapal itu diperkirakan menurunkan beras yang membawa tikus-tikus terinfeksi di Pelabuhan Surabaya.
"Ketika tikus—yang terjangkiti pes—mati, maka kutu atau pijal bisa berpindah ke manusia atau binatang lain dan menggigit mereka. Melalui gigitan itulah, bakteri pes berpindah dari kutu tikus ke manusia," tulis Martina Safitry.
Martina menulisnya dalam Jurnal Sejarah berjudul Kisah Karantina Paris of the East: Wabah Pes di Malang 1910-1916 yang diterbitkan Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia pada tahun 2020.
Pada permulaan terjangkitnya, seseorang akan mengalami demam, sakit kepala, dan bengkak atau bisul pada kelenjar getah bening yang menyakitkan, biasanya terdapat di ketiak, selangkangan atau belakang telinga.
Menurut Martina, "jenis ini dapat mematikan manusia dalam hitungan dua-tiga hari saja." jenis penyakit pes yang mewabah di Hindia Belanda adalah bubonic plague atau pes kelenjar (bisul).
Faktor cuaca akan sangat menentukan terjadinya epidemi penyakit yang mematikan ini. Perubahan musim merupakan faktor penentu kekebalan bakteri pes dan tipe penyakit yang ada pada manusia.
Baca Juga: Karut-Marut Pagebluk Pes Pertama di Hindia Belanda
Mengutip dalam surat kabar Pewarta Soerabaja edisi 2 April 1911, Martina menjelaskan jika pada awalnya tidak ada yang mengira penyakit pes akan muncul dan memakan korban di Hindia Belanda.
Penderita yang terpapar lalu meninggal kala itu, hanya dikira menderita tifus atau malaria yang disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening atau bisul.
Namun, orang-orang mulai curiga setelah para penderita kemudian tewas dalam kurun 48 jam setelah ditemukan adanya bisul atau kelenjar pada ketiak, leher, atau persendian lain penderitanya.
Kecurigaan bahwa penyakit yang beredar di masyarakat adalah jenis penyakit baru disampaikan oleh Dokter Wydenes Spaans, kepala dinas kesehatan Surabaya, kepada Geneeskundige Laboratorium (laboratorium kedokteran) di Weltevreden, Batavia.
Para dokter yang bekerja di Malang menemukan pertama kali wabah baru ini dari sampel darah milik Raden Adjeng Moerko, istri seorang guru Pribumi di sisi wilayah Distrik Penanggoengan, Malang pada Maret 1911.
Berdasarkan temuan itu dan penelitian awal yang dilakukan oleh Dokter De Vogel, maka pada 5 April 1911 pemerintah melalui Direktur Burgerlijk Geneeskundig Dienst (Dinas Kesehatan Sipil) Dokter De Haan mengumumkan bahwa Afdeeling Malang ditetapkan sebagai wilayah yang terinfeksi pes.
Dalam hemat Maurits Meerwijk, rumah-rumah tradisional Jawa juga turut berkontribusi dalam persebaran wabah pes secara masif.
Menurut Meerwijk dalam bukunya, rangka bambu berongga dan atap jerami yang ada pada rumah-rumah Jawa menyediakan tempat persembunyian bagi tikus, yang berpotensi menularkan wabah pes pada manusia.
Maka setelahnya, "pemerintah kolonial Belanda secara berangsur-angsur mulai merenovasi atau membangun kembali sekitar 1,6 juta rumah," imbuh Meerwijk.
Tanggapan dari pemerintah kolonial Belanda tersebut sangat efektif sebagai propaganda untuk mengubah struktur rumah tradisional Jawa, sehingga pembangunan terus berlanjut bahkan ketika vaksinasi sudah tersedia.
Selama menguarnya sampar di sepanjang tahun 1913 dan 1914, diketahui sekitar 15.000 orang sedikitnya tewas di tangan wabah ini. Pemerintah Hindia Belanda membentuk Layanan Wabah Khusus pada tahun 1915 untuk menanggulangi penyebaran wabah pes di Jawa.
Dinas Khusus Wabah ini merupakan satuan tugas gabungan yang menggabungkan Dinas Kesehatan Sipil, pemerintah daerah, dan Dinas Teknis. Bersinergi dalam mengentaskan Jawa dari wabah yang mematikan pertama kali sepanjang sejarah Jawa.
Source | : | Jurnal Sejarah,A History of Plague in Java, 1911-1942 |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR