Data dari Jaringan Pengawasan Luar Angkasa AS menunjukkan bahwa dari 19.590 satelit yang diluncurkan sejak tahun 1957, sekitar 13.230 di antaranya masih berada di orbit.
Meskipun demikian, hanya sekitar 10.200 satelit yang masih aktif beroperasi. Sisanya adalah satelit-satelit mati yang menjadi sampah antariksa.
Bahaya sampah luar angkasa tidak dapat dianggap remeh. Bahkan sebuah partikel kecil seperti serpihan cat yang melayang dengan kecepatan tinggi di luar angkasa dapat memiliki energi kinetik yang sangat besar sehingga mampu menembus logam.
Bayangkan jika sebuah satelit aktif atau pesawat ruang angkasa bertabrakan dengan salah satu puing-puing tersebut. Konsekuensinya bisa sangat fatal, mulai dari kerusakan peralatan hingga hilangnya nyawa.
Upaya penanganan sampah luar angkasa
Salah satu cara untuk menghindari Sindrom Kessler dan mencegah risiko tabrakan adalah dengan membersihkan sedikit sampah luar angkasa.
Untuk mencegah skenario terburuk ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan rekomendasi agar semua satelit dinonaktifkan dan dikeluarkan dari orbit dalam jangka waktu 25 tahun setelah menyelesaikan misinya.
Namun, implementasi kebijakan ini menghadapi berbagai tantangan, terutama karena kegagalan teknis satelit dapat terjadi secara tak terduga dan di luar kendali operator.
Berbagai solusi inovatif telah diajukan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu pendekatan yang menarik adalah penggunaan teknologi seperti harpun, jaring, magnet, atau laser untuk menangkap satelit mati dan menariknya kembali ke atmosfer Bumi.
Metode ini, meskipun menjanjikan, lebih efektif untuk objek berukuran besar dan kurang efisien untuk puing-puing kecil seperti serpihan cat atau logam.
Teknologi lain yang patut diperhatikan adalah Drag Augmentation Deorbiting Subsystem (ADEO), hasil kolaborasi antara Badan Antariksa Eropa dan HPS GmbH.
ADEO dirancang untuk meningkatkan hambatan atmosfer satelit sehingga secara bertahap jatuh kembali ke Bumi. Prototipe ADEO telah berhasil diuji pada Desember 2022, namun teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan membutuhkan investasi yang signifikan.
Selain pengembangan teknologi, regulasi internasional juga memegang peran penting dalam pengelolaan sampah luar angkasa. Pakta untuk Masa Depan PBB telah membuka ruang diskusi mengenai isu sampah luar angkasa dan lalu lintas antariksa. Namun, mekanisme penegakan yang efektif masih perlu terus dikembangkan.
Para ahli kebijakan luar angkasa menyarankan perlunya undang-undang nasional yang tegas untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku industri antariksa.
Amerika Serikat, sebagai negara dengan program antariksa yang maju, memiliki potensi besar untuk mengambil inisiatif dalam merumuskan kerangka kerja regulasi yang komprehensif.
KOMENTAR