Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru mengungkapkan bagaimana pertambangan nikel berdampak pada hutan masyarakat di Sulawesi, Indonesia. Ada sisi gelap dari upaya transisi energi dunia yang mendorong gencarnya kegiatan pertambangan nikel di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Indonesia adalah negara yang kaya hutan dan keanekaragaman hayati dunia. Namun kini negara ini juga merupakan produsen nikel terbesar di dunia.
Meningkatnya permintaan nikel untuk memfasilitasi transisi rendah karbon menciptakan dilema: Penambangan dapat meningkatkan ekonomi dan mendukung tujuan iklim, tetapi juga dapat merusak ekosistem dan masyarakat lokal.
Perhitungan dampak produksi nikel sangat dibutuhkan. Sebuah studi yang makakalah telah terbit di jurnal One Earth pada akhir 2024 menyelidiki kondisi 7.721 desa di Sulawesi, wilayah penghasil nikel utama di Indonesia.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa tingkat deforestasi naik hampir dua kali lipat antara tahun 2011 dan 2018 di desa-desa penambangan nikel tersebut.
"Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat lokal—meliputi standar hidup, lingkungan, infrastruktur, kesehatan, kohesi sosial, dan pendidikan—bervariasi pada berbagai tahap penambangan," tulis para peneliti dalam makalah studi tersebut. Tim peneliti berasal dari University of Kent, University of Greenwich, dan Universitas Indonesia.
"Selama seluruh periode, peningkatan infrastruktur dan standar hidup tidak sebanding dengan memburuknya kesejahteraan lingkungan. Kami mendesak para pembuat kebijakan dan perusahaan penambangan nikel untuk menerapkan peraturan dan praktik yang mengurangi kerusakan lingkungan," tegas mereka.
Studi ini dibuat seiring dengan meningkatnya permintaan nikel untuk mendukung transisi rendah karbon dunia. Permintaan ini mendorong penambangan ekstensif di negara-negara kaya mineral.
Sayangnya, dampak lingkungan dan sosial dari penambangan nikel masih belum dieksplorasi. "Di sini, kami menggunakan pendekatan kontrafaktual untuk memeriksa dampak penambangan nikel pada hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar di Sulawesi, Indonesia," tulis para peneliti.
"Dengan memeriksa perubahan di 7.721 desa antara tahun 2011 dan 2018, kami menunjukkan bahwa deforestasi di desa-desa penambangan nikel hampir dua kali lipat," simpul mereka.
Baca Juga: Di Balik Kendaraan Listrik Perkotaan, Pekerja Tambang Bertaruh Nyawa
Para peneliti merinci, selama tahap awal penambangan, kesejahteraan lingkungan, standar hidup, dan hasil pendidikan menurun, tetapi perbaikan terlihat pada kesehatan, infrastruktur, dan hubungan sosial.
"Kesejahteraan lingkungan terus memburuk secara substansial pada tahap akhir produksi penambangan, terutama di desa-desa dengan tingkat kemiskinan yang sudah tinggi," tulis mereka.
Para peneliti menekankan, "Temuan ini menyoroti konsekuensi lingkungan dan sosial dari penambangan nikel, yang menggarisbawahi perlunya akuntabilitas yang lebih besar terhadap hasil lokal jika sektor ini ingin mendukung transisi rendah karbon yang adil dan berkelanjutan."
Sorotan Dampak Lingkungan dan Sosial
Sebagian peneliti yang terlibat dalam studi tersebut juga menulis sebuah artikel di The Conversation yang menyoroti lebih lanjut dampak lingkungan dari pertambangan nikel di Sulawesi.
Mereka menenkankan bahwa deforestasi tidak hanya memperburuk pemanasan global, tetapi juga menghancurkan habitat dan mengancam populasi satwa liar.
Menurut mereka, kehilangan hutan berisiko memengaruhi kelangsungan hidup 17 spesies primata endemik Sulawesi, seperti monyet hitam sulawesi dan Krabuku Peleng atau Tarsius Pelengensis.
"Jika tren deforestasi ini terus berlanjut, upaya kita untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melestarikan keanekaragaman hayati akan semakin sulit," tulis mereka.
Selain merusak lingkungan, pertambangan juga memicu bencana alam yang menyebabkan kerugian sosial dan ekonomi.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa praktik penambangan nikel yang tidak berkelanjutan telah meningkatkan pencemaran dan frekuensi bencana terkait penambangan, seperti tanah longsor dan banjir bandang. Bencana ini berdampak langsung pada masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada pertanian, perikanan, dan sumber daya alam lainnya," jelas mereka.
Namun, studi ini juga mengungkap dampak dari penambangan nikel di Sulawesi cukup kompleks dan beragam.
Di beberapa wilayah, kerusakan lingkungan dan perolehan lahan memicu konflik. Namun, di beberapa daerah tertentu sekitar area tambang nikel, kesejahteraan sosial justru meningkat.
Kerusakan yang terus berlanjut dapat merusak upaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang unik di Sulawesi. Oleh karena itu, upaya melindungi ekosistem dari pertambangan menjadi sangat penting.
Beberapa akademisi dan aktor lainnya telah mengajukan rekomendasi pendekatan penambangan nikel yang adil dan berkelanjutan. Ada tiga hal yang ditekankan para peneliti studi ini.
Pertama, memperkuat standar lingkungan dan sosial. Menurut para peneliti, pemerintah dan perusahaan tambang harus menerapkan standar lingkungan dan sosial yang ketat untuk meminimalkan dampak pada ekosistem dan masyarakat.
"Ini termasuk regulasi ketat tentang deforestasi dan pengelolaan air, serta perlindungan bagi pekerja dan masyarakat terdampak," tulis mereka.
Perusahaan tambang dapat mengacu pada kerangka kerja seperti OECD Due Diligence Guidelines untuk memastikan proses identifikasi, pencegahan, dan pertanggungjawaban dampak buruk yang timbul akibat aktivitas pertambangan mereka.
"Pada saat yang sama, aktor negara harus terus memenuhi kewajiban untuk melindungi dan menghormati hak-hak pihak yang terdampak kegiatan penambangan," tambah mereka.
Kedua adalah memastikan partisipasi masyarakat. Para peneliti menegaskan bahwa komunitas lokal harus menjadi pusat dalam pengambilan keputusan terkait proyek penambangan.
"Proses konsultasi dan persetujuan yang inklusif dapat membantu meminimalkan dampak negatif," tulis mereka. "Ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa pertambangan tidak merugikan mereka yang bergantung pada lingkungan dalam mencari nafkah."
Pelibatan komunitas dalam pengambilan keputusan dapat membantu meningkatkan kepercayaan terhadap perusahaan tambang sekaligus pembagian manfaatnya. Studi di Sulawesi membuktikan bahwa pelibatan masyarakat setempat dalam mengevaluasi proses produksi nikel dapat menciptakan aksi korektif untuk memperbaiki keadaan.
Lebih dari itu, umpan balik dari masyarakat setempat tidak hanya dapat memastikan kepatuhan hukum aktivitas pertambangan, tetapi juga menyelaraskan aspirasi dan kondisi masyarakat terdampak.
Ketiga adalah membangun pemantauan dan akuntabilitas yang kuat. Para peneliti menekankan bahwa pemantauan dan evaluasi secara rutin terhadap operasi pertambangan, dari awal hingga akhir, sangatlah penting. Tidak hanya untuk nikel tetapi juga komoditas lainnya.
Perusahaan harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan dampak sosial, sementara praktik yang berhasil harus ditonjolkan untuk menjadi model bagi industri lainnya.
"Pengawasan independen oleh LSM dan kelompok lokal dapat meningkatkan transparansi, memastikan akuntabilitas, dan mendorong praktik terbaik," tulis para peneliti.
"Kita berkejaran dengan waktu," tegas mereka. "Dengan transisi rendah karbon yang semakin cepat, kita memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan lingkungan dan sosial secara global."
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR