Nationalgeographic.co.id—Sebagian besar penelitian tentang perempuan di Yunani dan Romawi Kuno berfokus pada kehidupan rumah tangga perkotaan, tanpa ada referensi tentang perempuan yang terlibat dalam pertanian atau pekerjaan di luar rumah.
Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa perempuan di pedesaan memiliki peran penting dalam pertanian dan pekerjaan di luar rumah.
Sejarawan Austria sekaligus Profesor di Stanford University, Walter Scheidel, menyoroti kehidupan sulit yang dihadapi perempuan di masyarakat Yunani dan Romawi Kuno. Mereka dibebani dengan tugas-tugas pertanian yang berat serta tanggung jawab domestik.
Sebuah penelitian oleh Ester Boserup dan Jack Goody mencatat perbedaan kontribusi perempuan dalam komunitas pertanian cangkul dan bajak.
Dalam komunitas pertanian cangkul, perempuan berperan lebih besar dalam pekerjaan pertanian, membagi waktu antara pekerjaan ladang dan tugas rumah tangga.
Sebaliknya, dalam komunitas pertanian bajak yang lebih maju, perempuan lebih banyak dikurung di dalam rumah karena pekerjaan pertanian didominasi oleh laki-laki.
Scheidel menekankan pentingnya memahami sejauh mana perempuan di Yunani dan Romawi Kuno terlibat dalam pekerjaan di ladang dan aktivitas luar ruangan. Hal ini penting untuk mengevaluasi peran mereka secara lebih luas dalam keluarga dan masyarakat.
Terlepas dari kontribusi nyata mereka terhadap ekonomi rumah tangga, tingkat visibilitas atau ketidaknampakan perempuan akibat lokasi fisik pekerjaan mereka sehari-hari kemungkinan besar berpengaruh dalam membentuk posisi mereka dalam keluarga serta hubungan mereka dengan dunia luar.
Bahkan, dapat diasumsikan adanya keterkaitan antara kontribusi perempuan dalam kegiatan ekonomi yang lebih diakui dan dihormati—seperti pekerjaan pertanian di luar ruangan dibandingkan dengan pekerjaan domestik dan pengasuhan anak, serta jumlah makanan dan perawatan kesehatan yang mereka terima.
Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan
Sastra Yunani dan Romawi Kuno sering kali mengasumsikan peran yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan.
Dalam epos Homer, misalnya, tugas dibagi berdasarkan jenis kelamin, dengan pertanian dianggap sebagai tanggung jawab laki-laki, sementara perempuan terutama terlibat dalam kegiatan rumah tangga, terutama produksi tekstil.
Pada zaman klasik, gagasan tentang perempuan yang tinggal di dalam rumah selalu dinilai positif dan, lebih sering daripada tidak, direpresentasikan sebagai sebuah cita-cita.
Alasan rasional untuk pembagian kerja yang sesuai diberikan terutama oleh para penulis risalah ekonomi yang berkecimpung dalam pengelolaan rumah tangga orang-orang kaya.
Menurut penulis buku pseudo-Aristotelian Oikonomikos, "para dewa telah menciptakan satu jenis kelamin (perempuan) hanya cocok untuk gaya hidup 'duduk' tetapi terlalu lemah untuk kegiatan di luar ruangan, sementara jenis kelamin lainnya (laki-laki) kurang cocok untuk pekerjaan rumah tangga tetapi cukup kuat untuk pekerjaan yang membutuhkan gerakan."
Filsuf Yunani kuno Aristoteles mencatat dalam karyanya Politics, "Ada tugas yang berbeda dalam rumah tangga untuk laki-laki dan perempuan: yang pertama memperoleh, yang terakhir mengelola."
Hal ini, pada gilirannya, akan menghasilkan pembagian spasial yang sesuai dari area kerja masing-masing.
Xenophon berkata, "Perempuan harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan di dalam ruangan, dan laki-laki akan bertanggung jawab atas kegiatan di luar ruangan."
Filsuf Stoik Hierocles ingin lebih spesifik tentang pembagian kerja antara pria dan wanita di Yunani Kuno dan Roma.
Ia menyatakan, “Pria harus mengurus ladang, pasar, dan urusan perkotaan, sementara wanita akan mengolah wol, memanggang roti, dan mengurus rumah.”
Peran Penting Perempuan dalam Produksi Pangan
Sejak transisi dari masyarakat pemburu-pengumpul ke sistem pertanian menetap, para antropolog berpendapat bahwa perempuan memainkan peran besar dalam produksi pangan.
Bukti menunjukkan bahwa perempuan terlibat dalam pertanian di berbagai peradaban Timur Dekat kuno.
Di Mesir pada masa Firaun, misalnya, terdapat gambar yang menggambarkan perempuan bekerja di ladang, memanen bulir gandum. Perempuan juga diketahui menggembalakan ternak di kalangan bangsa Het, Persia, Arab, Frigia, dan India.
Sebuah studi terbaru tentang ekonomi petani di Yunani kuno yang dilakukan oleh Thomas Gallant menunjukkan bahwa banyak petani kecil kesulitan menghasilkan surplus yang cukup untuk membeli dan mempekerjakan pekerja tambahan.
Di Italia Romawi, sebagian besar anggota kelas ekonomi rendah mengelola lahan pertanian mereka sendiri tanpa banyak bantuan dari luar.
Karena itu, perempuan juga harus menanggung beban pekerjaan di ladang. Pengamatan Aristoteles bahwa "orang miskin harus menggunakan istri dan anak-anak mereka sebagai pekerja karena mereka tidak mampu memelihara budak" kemungkinan besar berlaku bagi masyarakat pedesaan pada masa itu.
Konsep Siklus Hidup Rumah Tangga juga penting untuk dipertimbangkan. Konsep ini menyoroti bagaimana perubahan dalam jumlah dan usia anggota keluarga memengaruhi keseimbangan tenaga kerja di rumah tangga.
Misalnya, ketika orang tua semakin tua dan tidak lagi mampu bekerja di ladang, anak-anak mereka—baik laki-laki maupun perempuan—harus mengambil alih tanggung jawab yang lebih besar. Kemudian, generasi berikutnya juga akan turut berkontribusi dalam tenaga kerja pertanian.
Selain itu, banyak petani pada masa itu terlibat dalam kegiatan militer, yang sering menyebabkan berkurangnya tenaga kerja pertanian dalam jangka waktu tertentu.
Ketika para pria pergi berperang, perempuanlah yang bertanggung jawab mengelola ladang dan memastikan keberlangsungan pertanian.
Meskipun sulit untuk merekonstruksi gambaran yang sepenuhnya akurat mengenai peran perempuan dalam pertanian pedesaan kuno, bukti menunjukkan bahwa mereka kemungkinan besar turut serta dalam berbagai jenis pekerjaan pertanian, terutama dalam situasi yang menuntut tenaga kerja tambahan.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR