Studi ini menekankan pentingnya paparan Sunda di Asia Tenggara, sebuah wilayah laut dangkal, sebagai habitat pesisir yang krusial.
Wilayah ini telah menopang kelangsungan hidup arthropoda purba ini selama ribuan tahun dan berpotensi terus menjadi tempat perlindungan bagi belangkas Asia di tengah percepatan perubahan iklim akibat aktivitas manusia.
Para peneliti juga telah menetapkan kumpulan data dasar genomik pertama bagi spesies ini, yang menjadi landasan bagi perencanaan konservasi yang terarah.
Temuan mereka, yang mengusulkan strategi konservasi berbeda untuk masing-masing spesies, telah dipublikasikan dalam jurnal Conservation Letters pada 16 Desember 2024.
"Untuk melindungi dan melestarikan spesies ini, kita harus terlebih dahulu memahami dasar-dasarnya—struktur populasi mereka, sejarah evolusi, dan kerentanan terhadap perubahan iklim," ujar Prof Madya Rheindt.
"Pengetahuan dasar ini akan memungkinkan kita mengembangkan strategi konservasi yang terarah dan memprioritaskan habitat yang penting bagi kelangsungan hidup mereka."
Melacak dan memantau keberadaan belangkas Asia tidaklah mudah. Hidup mereka sebagian besar tersembunyi di dasar laut, menjadikannya hampir tak terjangkau oleh mata manusia.
Proses pertumbuhan belangkas pun memakan waktu yang cukup lama—hingga 14 tahun untuk mencapai kematangan seksual—sebuah waktu yang jauh melebihi siklus survei tradisional yang biasa digunakan untuk memantau populasi spesies lain.
Untuk mengatasi kesulitan ini, tim peneliti beralih ke pendekatan genomik populasi, mengumpulkan dan menganalisis DNA dari 251 belangkas yang dikumpulkan di 52 lokasi di 11 negara berbeda.
Dengan data ini, para peneliti di NUS menciptakan kumpulan data dasar genomik pertama untuk belangkas Asia. Dataset ini memungkinkan tim untuk memetakan struktur populasi dan menentukan batas-batas genetik di antara ketiga spesies tersebut.
Dengan kumpulan data ini, para ilmuwan di NUS berhasil menciptakan fondasi pertama bagi peta genomik belangkas Asia. Dengan dataset ini, mereka tidak hanya memetakan struktur populasi, tetapi juga mengidentifikasi batas genetik yang membedakan ketiga spesies utama.
"Perbedaan ini penting karena menunjukkan populasi yang memiliki karakter genetik unik yang esensial bagi adaptasi mereka terhadap lingkungan lokal tertentu," ujar Tang Qian, penulis utama studi ini.
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR