Nationalgeographic.co.id—Tidak dapat disangkal lagi bahwa perubahan iklim adalah sebuah tantangan global yang sangat kompleks dan nyata, yang secara fundamental mengubah lanskap dunia tempat kita tinggal.
Untuk mengatasi masalah yang mendesak ini, diperlukan serangkaian upaya kolektif yang melampaui batas-batas negara, meliputi tindakan adaptasi untuk menghadapi dampak yang sudah tak terhindarkan dan langkah-langkah mitigasi untuk menangani akar penyebabnya.
Fokus utamanya tentu saja pada pembatasan emisi CO2 secara global dan pada saat yang sama mendukung transisi menuju ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan.
Urgensi untuk segera bertindak dalam menghadapi perubahan iklim semakin terasa mendalam, ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem dalam beberapa tahun terakhir, yang telah memicu kerugian ekonomi yang sangat besar di berbagai belahan dunia.
Dampak yang signifikan dari bencana terkait iklim telah dirasakan secara nyata di berbagai wilayah geografis, termasuk di negara-negara anggota Uni Eropa (UE) dan Tiongkok, menunjukkan skala global permasalahan ini.
Lebih lanjut, kesenjangan asuransi terkait bencana iklim masih menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.
Data dari Swiss Re Institute menunjukkan bahwa sebanyak 62 persen dari perkiraan kerugian ekonomi global yang mencapai 280 miliar dolar AS (setara Rp4.628 triliun) pada tahun 2023 ternyata tidak tercakup oleh asuransi, menggarisbawahi kerentanan ekonomi yang signifikan akibat risiko iklim.
Dalam upaya proaktif untuk mengatasi tantangan perubahan iklim global yang semakin mendesak, berbagai negara di dunia telah menetapkan serangkaian tujuan jangka panjang yang ambisius.
Mereka juga secara aktif merumuskan peraturan-peraturan baru yang bertujuan untuk mendukung perjuangan kolektif menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan sejahtera.
Sebagai contoh konkret, seperti dilansir oleh laman Business Times, Uni Eropa (UE) telah menetapkan ambisi yang kuat untuk mencapai netralitas iklim pada tahun 2050.
Tujuan strategis ini menjadi landasan utama dari European Green Deal, sebuah inisiatif komprehensif yang dirancang tidak hanya untuk secara drastis mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga untuk secara simultan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Baca Juga: Tak Hanya Gedung, Multimedia Nusantara School Usung Sustainability Lewat Kurikulum
KOMENTAR