Nationalgeographic.grid.id—Cobalah lihat kembali koleksi buku tua Anda atau kliping koran lawas yang tersimpan di lemari.
Dulu, kita memandangnya sebagai produk cetak yang istimewa, gambarnya tajam dan kertasnya bersih. Kini, setelah tersimpan bertahun-tahun, lembaran-lembaran kertas itu mulai berubah menjadi kuning kecokelatan. Menciptakan aura antik yang khas.
Namun, mengapa produk kertas yang telah lama, berubah warna? Menurut Susan Richardson, profesor kimia di University of South Carolina, perubahan ini terjadi karena kertas terbuat dari komponen yang secara alami menguning seiring waktu—terutama ketika terpapar oksigen.
Sebagian besar kertas berasal dari kayu yang mengandung selulosa dan lignin, dua komponen alami penyusun kayu. Lignin berfungsi memperkuat dinding sel tanaman, membuat kayu lebih keras dan kokoh.
Sementara itu, selulosa adalah zat bening yang mampu memantulkan cahaya, sehingga tampak putih di mata manusia. Karena sifat ini, kertas—baik pada lembaran musik maupun halaman kamus—umumnya berwarna putih.
Namun, ketika lignin terpapar cahaya dan udara, struktur molekulnya berubah. Lignin adalah polimer, yang berarti ia terdiri dari unit molekul yang berulang dan terikat bersama. Dalam kasus lignin, unit-unit ini adalah alkohol yang terdiri dari oksigen dan hidrogen dengan sedikit atom karbon, jelas Richardson seperti dikutip dari Live Science.
“Baik lignin maupun sebagian selulosa rentan terhadap oksidasi—artinya mereka mudah menangkap molekul oksigen tambahan yang kemudian mengubah struktur polimernya. Molekul oksigen yang ditambahkan memutus ikatan antar subunit alkohol dalam lignin, menciptakan daerah molekuler yang disebut kromofor,” jelasnya.
Dalam bahasa Yunani, kromofor berarti "pembawa warna". Molekul ini memantulkan panjang gelombang cahaya tertentu yang terlihat sebagai warna oleh mata manusia. Dalam kasus oksidasi lignin, warna yang muncul adalah kuning atau cokelat.
Oksidasi ini juga terjadi pada apel yang berubah cokelat setelah dipotong dan dibiarkan di meja dapur. Oksigen masuk ke jaringan buah, dan enzim bernama polifenol oksidase (PPO) mengoksidasi polifenol—senyawa organik sederhana—dalam kulit apel, jelas Lynne McLandsborough, profesor ilmu pangan di University of Massachusetts Amherst, kepada Scientific American.
Proses ini menghasilkan senyawa yang disebut o-quinon, yang kemudian membentuk melanin—pigmen gelap yang juga ditemukan dalam kulit, mata, dan rambut manusia. Richardson menjelaskan, bahwa biasanya produsen kertas berusaha menghilangkan sebanyak mungkin lignin melalui proses pemutihan. Sebab, semakin sedikit lignin yang tersisa, semakin lama kertas tetap putih.
Namun, mengapa kertas koran menguning lebih cepat? Ini karena koran dibuat dengan biaya murah. Kertas koran memiliki kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan halaman buku teks. Inilah alasan, kertas koran lebih cepat berubah warna menjadi kuning-cokelat dibandingkan jenis kertas lainnya.
Baca Juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh saat Puasa? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Hal yang menarik, produsen kantong belanja kertas cokelat dan kardus pengiriman justru memanfaatkan lignin untuk memperkuat produk mereka. Kertas jenis ini tidak melalui proses pemutihan, sehingga warnanya lebih cokelat dibandingkan koran, tetapi juga lebih kuat untuk menopang isi seperti karton susu dan barang belanjaan lainnya.
Menurut Richardson, secara teori buku tahunan sekolah bisa tetap dalam kondisi sempurna jika dijauhkan dari oksigen dan cahaya selamanya. Ia mengatakan bahwa oksigen adalah musuh, sehingga buku sebaiknya disimpan dalam kotak yang benar-benar tertutup rapat, lalu oksigen di dalamnya digantikan dengan nitrogen, argon, atau gas inert lainnya agar tetap aman.
Namun, meskipun oksigen berdampak buruk bagi kertas, paparan sinar matahari dan kelembapan tinggi juga dapat mempercepat degradasi kertas, tambah Richardson. Sebuah buku yang dikelilingi oksigen akan tetap menguning, meskipun disimpan di ruangan gelap. "Sinar matahari hanya mempercepat proses oksidasi," katanya.
Merawat kliping koran agar tetap tajam dan mudah dibaca mungkin terdengar sederhana. Namun, bagi konservator, arsiparis, dan pustakawan, upaya melawan degradasi dan oksidasi kertas adalah perjuangan yang tak pernah usai.
Melestarikan dokumen bersejarah yang berharga bukan hanya soal menjaga fisiknya, tetapi juga memahami secara mendalam bagaimana faktor lingkungan dapat mempercepat kerusakan dan mengancam jejak penting masa lalu.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR