Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda melihat kucing Anda tiba-tiba menampilkan ekspresi wajah yang lucu saat sedang mengendus sesuatu? Seolah-olah mereka terkejut atau jijik dengan aroma tertentu.
Namun, jangan salah sangka, ekspresi "wajah bau" yang ditampilkan kucing ini sama sekali tidak berkaitan dengan aroma tidak sedap. Justru, ekspresi aneh ini merupakan tanda bahwa kucing sedang aktif menganalisis sinyal-sinyal kimia penting yang ada di lingkungannya. Fenomena menarik ini dikenal sebagai respons Flehmen.
Dalam dunia hewan, komunikasi tidak selalu terjadi melalui suara atau bahasa tubuh yang terlihat. Banyak hewan, termasuk kucing, baik yang liar maupun peliharaan, menggunakan sinyal kimia tak terlihat yang disebut feromon untuk berkomunikasi antar sesama spesies. Feromon ini membawa berbagai macam pesan penting.
Untuk dapat mendeteksi dan menguraikan pesan-pesan tak terlihat ini, kucing memiliki organ sensorik khusus yang terletak di langit-langit mulut mereka, yang dikenal sebagai organ vomeronasal atau organ Jacobson.
Berbeda dengan sistem penciuman biasa yang mengandalkan hidung untuk mendeteksi bau, organ vomeronasal ini secara khusus dirancang untuk mendeteksi feromon. Alex Taylor, seorang penasihat kesejahteraan dan perilaku kucing di International Cat Care, menjelaskan bahwa hidung kucing memang mendeteksi bau, namun bukan feromon.
Ketika kucing menemukan feromon di lingkungannya, mereka akan memprosesnya dengan cara yang unik. Secara naluriah, kucing akan membuka sedikit mulutnya dan menarik bibirnya ke belakang, menampilkan respons Flehmen.
Ekspresi wajah yang mungkin terlihat seperti meringis ini justru memudahkan molekul feromon untuk mencapai organ vomeronasal mereka. Dengan demikian, kemampuan kucing untuk merasakan isyarat kimia yang penting dari lingkungan sekitarnya menjadi lebih optimal.
Taylor menegaskan, seperti dilansir Live Science, ekspresi ini murni merupakan respons biologis untuk mendeteksi dan memproses feromon, dan sama sekali tidak ada aspek emosional seperti jijik atau terkejut di dalamnya.
Organ vomeronasal: Kunci komunikasi kimia kucing
Feromon memainkan peran krusial dalam komunikasi kucing. Kucing memanfaatkan feromon untuk berbagai tujuan, mulai dari menandai wilayah kekuasaan mereka tanpa perlu berkelahi secara fisik, hingga mempererat ikatan antara induk kucing dan anak-anaknya. Taylor menjelaskan bahwa melalui feromon, kucing dapat meninggalkan pesan kimia bagi kucing lain.
Selain itu, Mikel Delgado, seorang ilmuwan peneliti senior di Purdue University Veterinary College of Medicine di Indiana, menambahkan bahwa feromon juga menyampaikan informasi penting tentang status seksual kucing, termasuk mengindikasikan kapan seekor kucing betina sedang dalam masa birahi.
Baca Juga: Kisah Hewan-hewan yang Dijadikan Mata-mata oleh Badan Intelejen
Kucing menghasilkan feromon dari kelenjar khusus yang tersebar di berbagai area tubuh mereka. Taylor menyebutkan beberapa lokasi kelenjar feromon ini, antara lain di dagu, pipi, ruang antara mata dan telinga, tepi bibir, pangkal ekor, sekitar alat kelamin dan anus, di antara kaki, dan bahkan di antara puting susu.
Ketika kucing menggosokkan wajahnya pada furnitur, mencakar permukaan, menyemprotkan urin, atau buang air besar, sebenarnya mereka sedang meninggalkan pesan-pesan kimia berupa feromon untuk kucing lain.
Delgado menjelaskan bahwa kucing lain kemudian akan menganalisis tanda aroma ini menggunakan organ vomeronasal mereka untuk mengumpulkan informasi tentang kucing yang meninggalkan pesan tersebut.
Proses respons Flehmen memungkinkan molekul feromon masuk ke dalam mulut kucing, baik melalui jilatan maupun tarikan napas, dan kemudian larut dalam air liur. Selanjutnya, molekul-molekul ini bergerak melalui dua saluran di langit-langit mulut yang disebut saluran nasopalatina, menuju sepasang kantung berisi cairan yang membentuk organ vomeronasal.
Taylor menjelaskan bahwa ketika molekul feromon mencapai organ vomeronasal, mereka memicu sinyal saraf yang bergerak ke area spesifik di otak kucing, yaitu wilayah amigdala hipotalamus dan wilayah yang mengontrol perilaku seksual, makan, dan sosial. Dengan cara ini, isyarat kimia yang ditangkap oleh organ vomeronasal memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku kucing.
Salah satu perbedaan mendasar antara feromon dan bau biasa adalah bahwa respons terhadap feromon bersifat naluriah dan tidak dipelajari. Kucing tidak perlu belajar untuk memahami arti feromon karena pengetahuan ini sudah tertanam kuat dalam biologi mereka.
Taylor menegaskan bahwa respons feromon bersifat otomatis, meskipun faktor-faktor seperti perkembangan kucing, lingkungan sekitar, pengalaman masa lalu, dan kondisi internal seperti kadar hormon juga dapat memengaruhi respons ini, seperti yang dijelaskan dalam sebuah ulasan di Journal of Comparative Physiology A.
Menariknya, organ vomeronasal tidak hanya dimiliki oleh kucing. Berbagai jenis hewan lain, mulai dari hewan pengerat hingga reptil, juga memanfaatkan indra penciuman kedua ini untuk mendeteksi feromon.
Jonathan Losos, seorang ahli biologi evolusi di Washington University di St. Louis, menjelaskan bahwa keunggulan organ Jacobson adalah memungkinkan hewan untuk mendeteksi beragam molekul di lingkungan, dibandingkan dengan hewan yang tidak memiliki organ ini.
Losos menambahkan bahwa meskipun anjing terkenal dengan indra penciuman mereka yang tajam melalui saluran hidung, kucing memiliki tiga kali lebih banyak jenis detektor aroma yang berbeda di organ Jacobson dibandingkan anjing.
Hal ini membuat beberapa ahli berpendapat bahwa secara keseluruhan, indra penciuman kucing mungkin sebanding dengan anjing. Bahkan, sisa evolusi organ vomeronasal juga ditemukan pada manusia di septum hidung, meskipun belum ada bukti kuat bahwa organ vestigial ini berperan dalam komunikasi kimia pada manusia modern.
Bagi kucing, organ vomeronasal adalah alat yang sangat penting yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan informasi sosial yang krusial di lingkungan mereka. Seperti yang pernah diungkapkan oleh novelis dan penyair Skotlandia, Sir Walter Scott, "Kucing adalah jenis orang yang misterius. Ada lebih banyak yang terjadi di pikiran mereka daripada yang kita sadari."
KOMENTAR