Nationalgeographic.co.id—Ketika gangguan tidur menghantui anak-anak, penggunaan obat tidur pada anak justru memberikan risiko yang tinggi. Hanya karena beberapa obat tidur dapat dibeli tanpa resep dokter bukan berarti obat tersebut aman untuk anak-anak. Lantas bagaimana tinjauan ilmiahnya?
Jika anak Anda sering menolak tidur, terbangun di malam hari, atau sulit terlelap, mungkin Anda pernah terpikir untuk memberikan obat tidur. Meskipun sebagian orang tua menganggapnya tabu, penggunaan obat atau suplemen untuk membantu anak-anak tidur ternyata cukup umum.
Menurut survei daring YouGov terhadap 933 orang tua dengan anak di bawah 18 tahun, hampir separuh orang tua yang anaknya bermasalah dengan tidur pernah memberikan obat tidur.
Penggunaan obat tidur pada orang dewasa bahkan lebih sering. Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menunjukkan bahwa hampir satu dari lima orang dewasa mengonsumsi obat tidur.
Obat tidur bekerja dengan cara meningkatkan zat kimia otak yang memicu tidur atau mengurangi zat kimia yang membuat terjaga, jelas Argelinda Baroni, dokter dan wakil direktur program tidur anak dan remaja di Hassenfeld Children’s Hospital di NYU Langone.
"Jika obat tidur bekerja cepat, obat itu membantu mengatasi kesulitan tidur," kata Baroni. "Jika obat itu bertahan lama di tubuh, obat itu membantu mempertahankan tidur atau membuat tetap terlelap."
Meskipun resep obat tersedia untuk orang dewasa, "tidak ada resep obat yang disetujui untuk mengatasi insomnia pada anak-anak," kata Judith Owens, dokter spesialis tidur dan direktur Pusat Gangguan Tidur Anak di Boston Children’s Hospital.
Mengenai obat tidur yang dijual bebas, "hanya sedikit bukti ilmiah yang mendukung penggunaannya pada anak-anak," kata Jennifer Martin, psikolog dan profesor kedokteran di University of California, Los Angeles. Bahkan, obat-obatan ini bisa menimbulkan efek sebaliknya, seperti membuat anak menjadi lebih bersemangat, kata Owens.
Karena obat-obatan ini tidak diatur ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), obat-obatan ini tidak memerlukan pengujian yang mendalam sebelum dijual ke konsumen.
Suplemen makanan untuk tidur bisa lebih bermasalah karena pengaturannya lebih longgar dan terkadang mengandung bahan yang tidak tercantum. Salah satu suplemen yang populer adalah melatonin.
"Melatonin dianggap sebagai suplemen dan tidak diatur ketat oleh FDA, sehingga mungkin mengandung zat lain seperti CBD dan serotonin dalam jumlah kecil," kata Suzanne Beck, dokter spesialis tidur dan direktur medis pusat tidur di Children's Hospital of Philadelphia.
Baca Juga: Lima Jenis Keong Darat Indonesia Ini Berpotensi sebagai Obat Herbal
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR