Khusus untuk melatonin pada anak-anak, suplemen ini "efektif membantu anak tertidur jika dikombinasikan dengan rutinitas tidur sehat," kata Beck. Dalam dosis rendah, melatonin "membantu mengatur waktu tidur lebih awal," misalnya saat anak menyesuaikan jadwal sekolah atau kegiatan baru, tambahnya.
Suplemen ini telah banyak diteliti dan terbukti aman serta efektif untuk anak dengan insomnia akibat gangguan perkembangan saraf seperti ADHD, autisme, dan epilepsi.
Meskipun penelitian ini menggembirakan bagi orang tua dengan anak-anak gangguan tersebut, "bukti penggunaan melatonin pada anak-anak normal jauh lebih sedikit," kata Owens.
Kerugian Menggunakan Obat Tidur
Meskipun tidur cukup sangat penting, obat tidur umumnya tidak disarankan sebagai solusi jangka panjang untuk anak-anak maupun orang dewasa. Obat-obatan ini bisa menyebabkan ketergantungan dan efek samping negatif.
Obat bantu tidur terbukti mengganggu kemampuan berpikir, menyebabkan kantuk di siang hari, dan meningkatkan risiko jatuh yang mengakibatkan cedera.
"Penggunaan rutin obat tidur bebas bisa menimbulkan efek samping tak terduga," kata Baroni. Efeknya termasuk kantuk berkepanjangan, sakit kepala, penglihatan kabur, detak jantung cepat, sembelit, atau kesulitan buang air kecil.
Orang-orang juga bisa mengembangkan toleransi terhadap obat tidur, sehingga obat tersebut menjadi kurang efektif seiring waktu. Selain itu, obat tidur bisa menghambat strategi jangka panjang yang lebih baik.
"Memberikan obat tidur kepada anak-anak memberi pesan bahwa mereka tidak bisa tidur sendiri dan tidak mendorong orang tua atau anak untuk memperbaiki kebiasaan tidur, yang seharusnya menjadi solusi utama gangguan tidur pada kebanyakan anak," kata Baroni.
Berapa dosis yang aman?
Kurangnya regulasi yang ketat membuat pemberian dosis obat tidur menjadi sulit dipastikan.
Untuk suplemen makanan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dosis melatonin 1 hingga 3 miligram cocok untuk anak dengan berat kurang dari 40 kilogram, dan dosis maksimal 5 miligram untuk anak dengan berat lebih dari itu.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR