Terhitung setelah diizinkan oleh Däniel Baay, tuan yang kemudian jadi mertuanya sendiri, menjadi salah satu keberuntungan bagi seorang baboe yang semula hidup miskin, kini seakan jadi seorang permaisuri dari tuan muda yang tumbuh semakin tampan.
Perasaan bahagia ini menyengatnya, membayangkan dirinya seakan jadi sejajar kedudukannya seperti Pariyem. Hari ke hari, bertambah terus kebahagiaan pada diri gadis desa yang tak mengetahui arah takdirnya kemudian.
Betapa bahagianya hidup berdua di bawah atap vila mewah, menjadi pelayan dari seorang remaja peranakan, kini telah menjadi suaminya, meski tak pernah dinikahkan secara sah. Ia lupa, bahwa ia sedang menjalani hidup sebagai seorang gundik.
Dari pergundikannya itu, Louis remaja yang mulai mengerti hasratnya, memperlakukan Moeinah selayaknya orang dewasa. 'Pergaulan' berlaku. Sampai tibalah waktu yang membahagiakan, yang sangat ditunggu Moeinah: ia mengandung seorang anak dari Louis.
Hari ke hari, Louis tenggelam pada kesibukannya, kegemarannya mendalami dunia pertanian, sedangkan Moeinah menanti-nantikan kelahiran seorang anak dari perutnya yang perlahan membesar dan menua usia kandungannya.
Dari samenleving—hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sah, kumpul kebo—ini, akhirnya terlahir kehidupan baru. Kehidupan indis di tanah Hindia, di Villa Park, Banjarsari, Sala. Seorang anak pergundikan lahir ke dunia, bernama: Pieter Jacobus.
Betapa Moeinah muda kini telah menjadi seorang ibu dari seorang indo (Louis merupakan peranakan Jawa-Eropa). Barangkali dia sudah melupakan status dirinya yang lalu sebagai baboe, kini dia sudah jadi ibu.
Kehidupannya dijalani sebagai seorang ibu muda dari hari ke hari, sampai setelahnya, Moeinah menghadapi hari-hari getir dalam hidupnya. Ia dipanggil Landraad—pengadilan pribumi—untuk menghadap pada kenyataan berikutnya.
Dadanya berdesir seraya kebingungan menjalar di kepala membayangkan takdir apa yang kelak menjadi nasibnya. Dan persidangan dimulai, Moeinah terlibat dalam perasaan yang tak pernah hinggap di dadanya sebelumnya.
Pertama-tama, sebuah laporan dikirimkan kepada pengadilan dari Emile Klein, seorang ambtenaar pencatatan sipil Kota Soerakarta yang melaporkan adanya kelahiran seorang anak dari samenleven di Villa Park pada 11 September 1919.
Baca Juga: Marcia, Gundik yang Diam-diam Racuni Commodus Kekaisaran Romawi
Source | : | Toespraak Reggie Baay |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR