Nationalgeographic.co.id—Pencarian pesawat Amelia Earhart yang hilang telah berlangsung selama lebih dari delapan dekade. Teori-teori bermunculan, tetapi bukti tentang nasib akhir penerbang legendaris itu sulit ditemukan. Namun, penyelesaian definitif atas misteri sejarah ini tampaknya sudah di depan mana. Hal ini berkat upaya keras lembaga penelitian yang berbasis di Oregon untuk mengungkap kebenarannya.
Lembaga tersebut mengatakan telah mengumpulkan bukti kuat bahwa objek aneh yang difoto di laguna dangkal. Laguna itu berdekatan dengan Semenanjung Taraia dan dekat Pulau Nikumaroro di Pasifik tengah.
Menurut lembaga tersebut, objek aneh itu kemungkinan adalah badan pesawat Lockheed Model 10 Electra yang hilang. Pesawat tersebut diterbangkan oleh Amelia Earhart dan navigatornya Fred Noonan ketika mereka secara tragis hilang di laut.
Dikenal sebagai Objek Taraia, anomali berbentuk silinder ini kemungkinan terlihat pertama kali pada 1938. “Hanya satu tahun setelah pesawat Earhart hilang,” tulis Nathan Falde di laman Ancient Origins. Sejak saat itu, objek ini telah terlihat beberapa kali dalam citra satelit dan foto udara konvensional.
Investigasi sebelumnya yang dilakukan oleh Kelompok Internasional untuk the International Group for Historic Aircraft Recovery (TIGHAR), Archaeological Legacy Institute. Investigasi dipimpin oleh Direktur Eksekutif Dr. Richard Pettigrew.
Mereka mengumumkan niatnya untuk mengirim tim ahli ke Pulau Nikumaroro akhir 2024, untuk melihat dari dekat Objek Taraia. Tim juga akan menyelidiki apa yang mereka duga kuat sebagai lokasi tempat Amelia Earhart mendaratkan pesawatnya yang rusak, di terumbu karang Pulau Nikumaroro.
Di situs web mereka, Archaeological Legacy Institute memiliki halaman khusus yang ditujukan untuk Objek Taraia, lengkap dengan presentasi video. Mereka memaparkan kasus bahwa artefak ini kemungkinan besar adalah badan pesawat Amelia Earhart.
TIGHAR telah mencari kebenaran tentang Amelia Earhart selama hampir empat dekade. Meski begitu, mereka tidak terlalu antusias dengan kemungkinan bahwa Objek Taraia mungkin adalah pesawatnya.
Teori yang dikemukakan oleh mereka yang mendukung gagasan ini adalah bahwa Earhart dan Noonan terpaksa melakukan pendaratan darurat di Nikumaroro. Keduanya berusaha bertahan hidup untuk sementara waktu tetapi akhirnya meninggal di sana. Pasalnya, tidak ada tim penyelamat yang datang untuk menyelamatkan mereka. Jika ini benar, tentu saja berarti bahwa jenazah Earhart dan Noonan mungkin ditemukan di suatu tempat di pulau itu.
Nikumaroro terletak sekitar 640 kilometer di tenggara Pulau Howland. Jadi, tempat itu pasti berada dalam jangkauan tempat yang dituju Earhart dan Noonan ketika mereka meninggalkan langit pada 2 Juli 1937.
Gambar-gambar Objek Taraia telah diteliti secara saksama oleh para ahli dari ALI. Dan apa yang terungkap dari gambar-gambar itu menawarkan harapan nyata untuk menemukan solusi bagi misteri Amelia Earhart yang tak kunjung berakhir.
Baca Juga: Histori Lima Kecelakaan Pesawat yang Dipengaruhi oleh Tabrakan Burung
The Archaeological Legacy Institute Turut Bergabung dalam Pencarian
Keterlibatan ALI dalam kisah ini dimulai pada 2020. Saat itu seorang warga sipil bernama Michael Ashmore melihat anomali tersebut saat melihat citra dari Apple Maps. Ia memberi tahu ALI. Dan karena penasaran dengan apa yang dilihatnya, Dr. Pettigrew meminta 26 citra satelit tambahan yang mencakup 2009 hingga 2021.
Citra tersebut menunjukkan bahwa Objek Taraia mulai terlihat di laguna pada 2015 setelah berlalunya siklon tropis. Objek itu terlihat paling jelas pada 2015 dan 2016. Kemudian perlahan terkubur kembali oleh sedimen hingga menghilang dari pandangan pada 2024.
Yang perlu diperhatikan, objek yang tampak sama di lokasi yang sama terlihat dalam foto udara yang diambil oleh militer Selandia Baru. Foto tersebut diambil pada 1938, hanya satu tahun setelah hilangnya pesawat Earhart. Ada juga pantulan sinar matahari dari posisi tepat Objek Taraia dalam rekaman video udara yang diambil oleh TIGHAR pada 2001.
Personel TIGHAR telah melakukan banyak kunjungan ke pulau tersebut sebelum 2015. Tapi mereka tidak dapat melihat reruntuhan pesawat di air keruh, yang terkubur di bawah lapisan sedimen yang tebal. Detektor logam maupun sonar tidak membantu. TIGHAR tidak memiliki gambaran yang cukup baik tentang di mana objek tersebut dapat ditemukan.
Baru sekarang, setelah lokasinya yang tepat diketahui, Objek Taraia dapat dengan mudah digali, diperiksa, dan diidentifikasi. Dan itulah yang direncanakan oleh tim ALI ketika mereka memperoleh dana yang cukup untuk perjalanan ke Nikumaroro pada 2025.
Mengenang Kehidupan Amelia Earhart yang Menakjubkan
Pada masanya, Amelia Earhart adalah seorang selebritas besar. Ia merupakan salah satu wanita paling terkenal dan dikagumi di Amerika. Mengikuti jejak pelopor penerbangan Charles Lindbergh, Earhart menjadi wanita pertama yang terbang sendiri melintasi Samudra Atlantik. “Dari Newfoundland ke Irlandia Utara pada 1932,” tambah Falde.
Pada 1935, ia menyelesaikan perjalanan yang lebih jauh lagi. Ia pun menjadi penerbang pertama yang terbang tanpa henti dari Hawaii ke California.
Selalu mencari petualangan berikutnya, Earhart yang berusia 40 tahun berusaha menyelesaikan perjalanan udara terbaiknya pada 1937. Saat itu ia bermitra dengan navigator Fred Noonan. Earhart mencoba terbang mengelilingi dunia dengan Lockheed Model 10 Electra yang diproduksi khusus. Perjalanan luar biasa ini harus diselesaikan secara bertahap. Namun bencana melanda pada tanggal 2 Juli selama perjalanan sejauh 4.160 km melintasi hamparan Samudra Pasifik menuju Pulau Howland. Kontak radio hilang dan pesawat Earhart tidak pernah mencapai tujuannya.
Pencarian pun dilakukan, tetapi Earhart tidak ditemukan. Pencarian dihentikan pada tanggal 19 Juli 1937. Kecelakaannya menjadi hal yang sangat menyedihkan bagi negara dan dunia. Terutama bagi yang telah mengikuti eksploitasi udaranya selama bertahun-tahun dengan penuh kekaguman.
Pencarian selanjutnya tidak lebih baik. Hal ini disebabkan karena kebenaran tentang apa yang terjadi pada hari tragis di bulan Juli 1937 itu masih sulit dipahami.
Banyak Teori tetapi Tidak Ada Bukti—Sampai Sekarang?
80 tahun telah berlalu sejak pesawat Earhart menghilang di Pasifik. Selama itu, orang-orang mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Banyak teori telah diajukan. Termasuk usulan bahwa Earhart sebenarnya telah mendarat di pulau lain dan selamat, setidaknya untuk sementara waktu.
Bukti yang mendukung teori-teori ini pada umumnya sangat sedikit dan bahkan tidak ada sama sekali. Inilah sebabnya mengapa Dr. Richard Pettigrew dan tim peneliti ALI-nya telah bertindak hati-hati. Mereka tidak ingin membuat siapa pun berharap berdasarkan spekulasi atau data yang terlalu sedikit. Namun sekarang mereka memiliki akses ke begitu banyak gambar. Mereka yakin bahwa Objek Taraia “kemungkinan” adalah badan pesawat Earhart yang bernasib buruk.
“Saya sangat menyadari sejarah yang membuat frustrasi dari pencarian Earhart dan Noonan selama puluhan tahun,” kata Dr. Pettigrew. “Sebagai seorang arkeolog dan ilmuwan profesional, saya cukup berhati-hati ketika mempertimbangkan bukti yang mendukung. Atau bahkan menentang hipotesis penting seperti ini.”
“Saya mengikuti penelitian TIGHAR tentang Nikumaroro selama puluhan tahun dan kemudian pergi ke sana bersama mereka pada 2017. Saya sangat menghormati Hipotesis Nikumaroro. Bahkan tanpa adanya konfirmasi mutlak dalam bentuk DNA atau bukti yang jelas tentang hilangnya Electra,” lanjutnya. “Sekarang, dengan memeriksa Objek Taraia, kita mungkin akhirnya mendapatkan konfirmasi mutlak itu.”
Dr. Pettigrew berharap dapat mengumpulkan cukup dana untuk membiayai tim arkeologi kecil untuk mengunjungi pulau tersebut. Ia dan timnya akan mempelajari Objek Taraia secara langsung pada bulan Agustus 2025. Penelitian ini akan mengungkap kebenaran tentang Objek Taraia dengan satu atau lain cara. Dan jika Dr. Pettigrew serta rekan-rekannya menemukan apa yang mereka harapkan, hasil penelitian tersebut akan menjadi berita utama di seluruh dunia. Pasalnya, nama ‘Amelia Earhart’ terus membangkitkan daya tarik bahkan hingga hari ini.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR