Saat proses ini berlangsung, ular biasanya menemukan titik kasar untuk menggosok kepalanya. Hal ini menciptakan celah di kulit lama, tempat ular dapat mulai merayap keluar.
Dengan bantuan gesekan terus-menerus dan kejang otot, ular akhirnya melonggarkan seluruh kulitnya. Ular kemudian melepaskan relik keriput dengan serangkaian sisik baru yang mengilap.
Kulit yang baru berganti kulit mungkin hingga 20% lebih panjang dari ular asli. Pasalnya, kulit yang baru saja dilumasi ini cukup elastis sebelum mengering dan menjadi rapuh.
Setelah kulit terlepas, ular membuangnya dan merayap pergi. Meskipun ular biasanya tidak memakan kulitnya, beberapa reptil lain melakukannya, seperti kadal dan tokek. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kembali nutrisi yang hilang.
Kapan ular berganti kulit?
Pergantian kulit dikaitkan dengan peristiwa besar dalam kehidupan. Misalnya kemunculan ular dari hibernasi panjang, atau reproduksi.
“Ular biasanya akan berganti kulit tepat sebelum bertelur atau melahirkan. Dan kemudian berganti kulit lagi setelah periode tersebut,” jelas Dallas. “Jadi, biasanya hal ini disinkronkan dengan peristiwa riwayat hidup pada ular dewasa.”
Menariknya, ular juga menggunakan pergantian kulit untuk mengatasi parasit, infeksi, dan penyakit yang tidak diinginkan. Salah satu contoh umum adalah penyakit jamur ular, yang menimbulkan ancaman signifikan bagi ular di seluruh dunia.
“Patogen tersebut mampu menjajah jaringan yang lebih dalam serta organ dalam,” kata Donald Walker, asisten profesor biologi di Middle Tennessee State University.
Patogen itu diperkirakan dapat menyerang mata, dan bahkan mungkin otak, hewan tersebut. Namun, patogen juga mulai menjajah kulit dan memakan keratin serta lipid dalam sisik ular. Pergantian kulit dapat menyelamatkan nyawa dalam kasus seperti ini.
Namun, kemampuan untuk berganti kulit juga memerlukan pengorbanan. Proses ini menghabiskan banyak energi.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR