Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda berharap bisa keluar dari kulit Anda sendiri? Ular adalah salah satu dari sedikit makhluk di Bumi yang benar-benar bisa melakukannya.
Puluhan kali sepanjang hidupnya, seekor ular merayap keluar dari kulit lamanya dalam proses yang disebut ekdisis. Ular kemudian meninggalkan serpihan kulit kering yang tercetak halus dengan pola sisiknya yang unik.
Mengganti kulit bukanlah hal yang aneh; manusia juga melakukannya. “Namun tidak seperti kita, yang kulitnya mengelupas dalam serpihan kecil. Ular menghasilkan lapisan kulit yang sama sekali baru dan lapisan kulit lama mengelupas dalam satu serpihan besar,” kata Jason Dallas. Dallas adalah seorang peneliti pascadoktoral yang mempelajari interaksi bakteri-jamur pada ular dan amfibi di Universitas Tennessee Tengah.
Namun mengapa ular melepaskan kulitnya dan mengapa itu terjadi sekaligus?
Kulit ular terdiri atas dua lapisan utama. Lapisan dalam yang lebih lembut (dermis) mengandung pigmen yang memberi ular warna dan pola yang rumit. Dermis ditutupi oleh epidermis, lapisan keratin semitransparan yang lebih kuat.
Lapisan luar kulit manusia juga mengandung keratin. Namun struktur kulit manusia memungkinkannya terkelupas dalam sisik-sisik tersendiri. Prosesnya itu hampir tidak terlihat oleh mata telanjang.
Pada ular, lapisan keratin luar membentuk satu kesatuan. Kesatuan itu menciptakan lapisan seperti selubung yang terikat pada dermis ular yang lebih halus di bawahnya. Kekurangan dari lapisan luar yang kuat ini adalah lapisan ini tidak mengembang. Lapisan ini tetap relatif tidak fleksibel dan menyempitkan ular saat ia tumbuh.
Kekurangan ini adalah salah satu alasan utama ular melepaskan kulitnya. “Yaitu untuk menciptakan lebih banyak ruang,” tulis Emma Bryce di laman Live Science. Ular tumbuh lebih cepat saat mereka masih muda, jadi mereka juga lebih banyak melepaskan kulit saat masih muda.
“Faktanya, pergantian kulit pertama ular terjadi dalam beberapa hari setelah menetas atau lahir,” kata Daniel Kane, penjaga reptil senior di Kebun Binatang London. “Saat dewasa, ular biasanya melepaskan kulit sekitar tiga atau empat kali setahun.”
Proses pergantian kulit
Saat hampir siap berganti kulit, ular mengembangkan lapisan keratin baru kedua di atas dermis dan di bawah selubung keratin asli. Ular juga mengeluarkan cairan untuk membantu melonggarkan lapisan lama dari yang baru.
Baca Juga: Burung Hantu Tyto alba, Predator Alami Penangkal Hama Lahan Pertanian
Saat proses ini berlangsung, ular biasanya menemukan titik kasar untuk menggosok kepalanya. Hal ini menciptakan celah di kulit lama, tempat ular dapat mulai merayap keluar.
Dengan bantuan gesekan terus-menerus dan kejang otot, ular akhirnya melonggarkan seluruh kulitnya. Ular kemudian melepaskan relik keriput dengan serangkaian sisik baru yang mengilap.
Kulit yang baru berganti kulit mungkin hingga 20% lebih panjang dari ular asli. Pasalnya, kulit yang baru saja dilumasi ini cukup elastis sebelum mengering dan menjadi rapuh.
Setelah kulit terlepas, ular membuangnya dan merayap pergi. Meskipun ular biasanya tidak memakan kulitnya, beberapa reptil lain melakukannya, seperti kadal dan tokek. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kembali nutrisi yang hilang.
Kapan ular berganti kulit?
Pergantian kulit dikaitkan dengan peristiwa besar dalam kehidupan. Misalnya kemunculan ular dari hibernasi panjang, atau reproduksi.
“Ular biasanya akan berganti kulit tepat sebelum bertelur atau melahirkan. Dan kemudian berganti kulit lagi setelah periode tersebut,” jelas Dallas. “Jadi, biasanya hal ini disinkronkan dengan peristiwa riwayat hidup pada ular dewasa.”
Menariknya, ular juga menggunakan pergantian kulit untuk mengatasi parasit, infeksi, dan penyakit yang tidak diinginkan. Salah satu contoh umum adalah penyakit jamur ular, yang menimbulkan ancaman signifikan bagi ular di seluruh dunia.
“Patogen tersebut mampu menjajah jaringan yang lebih dalam serta organ dalam,” kata Donald Walker, asisten profesor biologi di Middle Tennessee State University.
Patogen itu diperkirakan dapat menyerang mata, dan bahkan mungkin otak, hewan tersebut. Namun, patogen juga mulai menjajah kulit dan memakan keratin serta lipid dalam sisik ular. Pergantian kulit dapat menyelamatkan nyawa dalam kasus seperti ini.
Namun, kemampuan untuk berganti kulit juga memerlukan pengorbanan. Proses ini menghabiskan banyak energi.
Selain itu, kulit yang terurai dapat menghalangi kemampuan berburu ular dengan mengganggu penglihatannya. Mata ular tampak jernih, tetapi ditutupi oleh satu sisik keratin yang menyerupai gelembung.
“Sisik transparan, yang dikenal sebagai 'kacamata', melindungi mata ular dari goresan dan lecet saat bergerak dengan kepala terlebih dahulu di dunia,” kata Kane.
“Saat ular mengelupas kulitnya, penglihatan terganggu oleh kekeruhan. Kekeruhan itu disebabkan oleh sekresi yang digunakan untuk memisahkan lapisan lama dari lapisan baru.”
Rentan terhadap predator saat berganti kulit
Ular yang berganti kulit dan kurang bergerak biasanya juga lebih rentan terhadap predator. Jadi, idealnya, ular tidak boleh berganti kulit terlalu sering.
Penyakit dapat mempersulit jadwal pergantian kulit alami ular dan mengubah taktik bertahan hidup ini menjadi sia-sia. Terutama pada spesies seperti ular derik massasauga timur (Sistrurus catenatus) di Amerika Serikat.
“Ular-ular ini sangat rentan terhadap jamur yang dapat mengaburkan mata dan mulut mereka. Namun tingkat pergantian kulit yang meningkat juga dapat meningkatkan risiko pemangsaan,” kata Dallas. “Dan ini telah menyebabkan penurunan populasi yang relatif besar pada beberapa populasi spesies tersebut.”
Kemampuan pergantian kulit sangat penting untuk kelangsungan hidup ular
Namun, yang paling penting, kemampuan pergantian kulit ular sangat penting untuk kelangsungan hidupnya. Di alam liar, kulit yang dibuang juga dapat membantu para ilmuwan dan konservasionis melindungi reptil ini.
Ilmuwan memberikan sidik jari genetik dan petunjuk lain. Dari petunjuk tersebut, ilmuwan mendeteksi ancaman terhadap kesehatan ular, mempelajari jumlah populasi dan keanekaragaman hayati spesies.
“Kulit ular sering kali mengandung versi samar dari pola ular dan jumlah serta susunan sisik tertentu. Hal ini berarti sering kali memungkinkan untuk mengidentifikasi spesies berdasarkan kulit yang terlepas,” kata Kane.
Dari semua hewan, ular menghasilkan spesimen pergantian kulit yang paling mudah dikenali di alam liar. Namun mereka berbagi kemampuan pergantian kulit dengan semua reptil lainnya.
Sebagian besar reptil lain melepaskan kulit dalam bentuk fragmen. Meski demikian, ada beberapa pengecualian. Misalnya, kadal dari genus Abronia adalah makhluk kecil mirip naga yang menggeliat keluar dari kulitnya. Kadal itu meninggalkan replika yang utuh sempurna, lengkap dengan kaki.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR