Evers juga berpendapat, "Kami menambahkan informasi baru pada fosil dinosaurus yang telah dikenal oleh ilmu pengetahuan sejak tahun 1996, dan kami tidak berpikir bahwa fosil seperti ini, yang sudah tersedia dalam literatur ilmiah, harus dikenakan moratorium publikasi."
Namun, para kritikus tetap berpendapat bahwa temuan ilmiah tidak seharusnya digunakan untuk membenarkan penggunaan fosil yang kontroversial. Cisneros menegaskan, "Temuan yang sama bisa saja dihasilkan oleh tim peneliti dari Brasil."
Kontroversi serupa sebelumnya menyelimuti studi tentang fosil dinosaurus karnivora Ubirajara jubatus, yang juga digali di Brasil dan dijual ke State Museum of Natural History Karlsruhe di Jerman dalam keadaan yang mirip. Dalam kasus tersebut, museum tersebut akhirnya memutuskan untuk mengembalikan fosil Ubirajara jubatus ke Brasil.
Cisneros percaya bahwa fosil Irritator challengeri "seharusnya" dikembalikan ke Brasil. Ironisnya, bahkan Evers, salah satu penulis studi yang kontroversial, setuju bahwa pengembalian mungkin merupakan hasil terbaik terlepas dari keputusan hukum apa pun, karena "spinosaurid terlengkap dari negara itu layak untuk dipamerkan secara lokal," katanya.
Menurut Cisneros, sangat penting untuk menyoroti isu-isu seperti ini meskipun dapat menyebabkan perselisihan antar peneliti.
Ia berpendapat, "Tidak ada cara untuk berbicara dengan sopan tentang kolonialisme ilmiah," tetapi hal ini perlu dilakukan karena merupakan "luka terbuka yang melanggengkan ketidaksetaraan sosial di negara-negara sumber."
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR