Nationalgeographic.co.id—Kawasan Bentang Laut Sunda Kecil (BLSK), yang membentang di jantung Segitiga Terumbu Karang dan dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia, menjadi sorotan utama dalam upaya pelestarian spesies laut bermigrasi.
Sebagai mitra implementasi Konsorsium Proyek Solutions for Marine and Coastal Resilience (SOMACORE) di BLSK, Konservasi Indonesia dan Conservation International Timor Leste menginisiasi lokakarya strategis bersama 40 peserta selama tiga hari di Dili, Timor Leste. Tujuannya untuk menyusun peta jalan riset dan konservasi spesies migrasi di kawasan ini.
Lokakarya bertajuk “Pemetaan Penelitian dan Identifikasi Kesenjangan Studi Spesies Bermigrasi di Bentang Laut Sunda Kecil: Menuju Perumusan Rencana Aksi Regional untuk Spesies Migrasi” ini berlangsung pada 6-8 Mei 2025. Lokakarya dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari Indonesia dan Timor Leste, termasuk perwakilan pemerintah, akademisi, peneliti, dan organisasi masyarakat sipil.
Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Iqbal Herwata, menyebut kawasan BLSK merupakan habitat kunci bagi spesies laut bermigrasi. Spesies migrasi ini mencakup spesies yang terancam punah, termasuk elasmobranchii, mamalia laut, dan penyu. Karenanya kawasan unik yang meliputi kedua negara ini menjadi sangat krusial untuk dikelola bersama secara terintegrasi, baik dari sisi perencanaan dan implementasi di lapangan.
“Laut Sawu dan Selat Ombai adalah habitat penting yang digunakan secara intensif oleh spesies bermigrasi. Banyak spesies migrasi di Bentang Laut Sunda Kecil yang masih kekurangan data pergerakan, yang membatasi pemahaman tentang habitat penting, koridor migrasi, dan pola musiman,” ungkap Iqbal.
Selain itu, menurut Iqbal, modernisasi perikanan tradisional meningkatkan tekanan terhadap spesies bermigrasi dan alat tangkap dengan selektivitas rendah meningkatkan risiko tangkapan sampingan (bycatch).
“Penting untuk memperkuat kolaborasi lintas batas dengan memetakan penelitian terkait spesies migrasi yang sudah ada, mengidentifikasi kesenjangan dalam penelitian, dan mengembangkan rekomendasi untuk pengelolaan spesies bermigrasi yang efektif dan strategis dalam pengembangan ekonomi biru di Bentang Laut Sunda Kecil,” ujar Transboundary Oceans Senior Advisor Konservasi Indonesia, Ketut Sarjana Putra.
Indonesia dan Timor Leste tergabung dalam Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF). Ini adalah sebuah kemitraan multilateral enam negara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste) yang bekerja sama untuk mempertahankan sumber daya laut dan pesisir yang luar biasa, melalui penanganan isu-isu krusial seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati laut.
Baca Juga: Dunia Hewan: Bagaimana Burung Temukan Sahabat Lintas Spesies saat Migrasi?
Kawasan BLSK merupakan prioritas konservasi yang sangat penting karena keanekaragaman terumbu karangnya yang luar biasa, habitat terumbu karang yang unik, dan peran penting dalam konektivitas ekologi sumber daya perikanan.
“Wilayah ini mendukung berbagai fase kehidupan spesies laut, termasuk migrasi, pemijahan, mencari makan, dan area asuhan,” ujar Christovel Rotinsulu, Deputy Executive Director of Program Services CTI-CFF Regional Secretariat.
Terselenggaranya lokakarya ini sebagai wadah sinergi yang sangat penting dalam memperkuat upaya perlindungan spesies migrasi di kawasan BLSK. “National Coordinating Committee (NCC) CTI-CFF Indonesia menyambut baik pelaksanaan lokakarya ini sebagai forum strategis untuk menyatukan berbagai inisiatif dan meningkatkan efektivitas konservasi spesies bermigrasi di BLSK,” ujar Anita Setianingsih mewakili NCC CTI-CFF Indonesia dalam sambutannya.
Di tempat yang sama, Acacio Guterres selaku perwakilan NCC CTI-CFF Timor Leste, menilai pertemuan antar peneliti kali ini dapat memberikan kontribusi yang besar untuk pelestarian BLSK.
“Sebagai negara yang juga berada di lintasan migrasi spesies laut, kami akan mendorong peningkatan kapasitas nasional dalam riset dan pemantauan spesies migrasi demi menjaga keseimbangan ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir,” tutur Guterres.
Sebelum lokakarya dimulai, Konservasi Indonesia dan Conservation International Timor-Leste memfasilitasi dialog sub-grup LSS antara pemerintah Indonesia dan Timor Leste.
Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan kunci di antaranya Indonesia terpilih menjadi convenor dan koordinator sub grup di lingkup LSS serta inisiasi penyusunan joint-workplan perlindungan spesies migrasi laut untuk mendukung implementasi RPOA 2.0.
Selama tiga hari kegiatan ini, para peserta lokakarya akan terlibat dalam serangkaian diskusi mendalam untuk merumuskan rencana kolaboratif dalam bentuk peta jalan untuk penelitian dan aksi konservasi di masa depan, serta mengembangkan kerangka kerja kolaboratif untuk mengatasi tantangan terkait dengan spesies migrasi di BLSK.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR