Nationalgeographic.co.id—Ketika risiko iklim kian nyata dan kerangka investasi berkelanjutan makin matang, lautan muncul sebagai peluang investasi global yang penting.
"Ekonomi biru"—mencakup perikanan lestari, energi laut, ketahanan pesisir, hingga restorasi ekosistem—kini menarik perhatian serius dari berbagai pihak, mulai dari investor institusional, lembaga keuangan pembangunan, hingga penerbit obligasi negara.
Inti dari pergeseran ini adalah keuangan biru, kategori instrumen finansial yang berkembang pesat untuk memobilisasi modal demi pemanfaatan dan perlindungan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Dari obligasi biru hingga skema utang untuk pelestarian alam (debt-for-nature swaps), pendanaan yang fokus pada laut bukan lagi pasar kecil, melainkan pilar investasi sejalan dengan iklim yang terus tumbuh.
Nilai Ekonomi Laut yang Besar
Ekonomi laut, seperti dipaparkan Global Banking & Finance Review, menghasilkan sekitar AS$2,5 triliun per tahun dari sektor seperti perikanan, pariwisata, dan pelayaran.
Aktivitas maritim ini, jika dikelola secara berkelanjutan, membentuk ekonomi biru—model yang menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan kesehatan laut. Model ini mendorong aktivitas yang menjaga ekosistem laut sambil tetap menghasilkan keuntungan jangka panjang.
Selain pendapatan tahunan, nilai total aset laut diperkirakan mencapai AS$24 triliun, mencerminkan modal alam dan jasa ekosistemnya yang luas. Jika dianggap sebagai sebuah ekonomi nasional, laut akan berada di peringkat ketujuh terbesar di dunia.
Namun, keberlanjutan manfaat ekonomi ini terancam oleh eksploitasi berlebihan, polusi, dan perubahan iklim. Menangani tantangan ini membutuhkan investasi besar.
Menurut Morgan Stanley, lebih dari AS$3 triliun diperlukan dalam sepuluh tahun ke depan untuk melindungi ekosistem laut dan mendorong industri maritim yang berkelanjutan.
Kebutuhan investasi inilah yang mendorong pertumbuhan keuangan biru—instrumen dan strategi finansial untuk mendukung pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, menawarkan peluang di mana pengelolaan lingkungan dan ekonomi bertemu.
Baca Juga: Tahun 2025 Diklaim Sebagai Titik Balik Menuju Ekonomi Biru, Ini 4 Alasan Utamanya
KOMENTAR