Nationalgeographic.co.id—Sebagian besar orang pasti pernah memotong bawang merah. Salah satu hal yang sangat mengganggu ketika memotong bawang merah adalah mata menjadi perih dan air mata keluar. Juru masak rumahan berusaha menemukan trik cerdas agar tidak menangis saat memotong bawang merah. Mulai dari mengenakan kacamata hingga menggosok pisau dengan air lemon.
Sekarang, fisikawan telah menemukan solusi lain yang memungkinkan. Triknya adalah dengan menggunakan pisau tajam. Pisau tajam dapat menghasilkan potongan yang lambat dan terkendali. Jadi, ini tampaknya menjadi cara terbaik untuk meminimalkan semprotan senyawa penghasil air mata pada bawang merah.
Ilmuwan tahu mengapa bawang membuat kita menangis. Saat dipotong, bawang merah menghasilkan zat kimia yang merangsang saraf yang bertanggung jawab untuk memproduksi air mata. “Senyawa yang mudah menguap dan mengiritasi ini disebut sin-propanethial-S-oksida,” tulis Sarah Kuta di laman Smithsonian Magazine.
Namun, sekelompok fisikawan memutuskan untuk menyelidiki mekanisme yang mendasari saat sin-propanetial-S-oksida dilepaskan dari bawang. Fisikawan menggunakan teknik velocimetry pelacakan partikel berkecepatan tinggi dan korelasi citra digital. Dengan teknik tersebut, mereka mampu memvisualisasikan dan menghitung tetesan saat dikeluarkan dari bawang yang dipotong. Mereka juga mempelajari bawang itu sendiri, mencatat regangan dan deformasi pada daging selama pemotongan.
Untuk memulai, tim mengumpulkan bawang segar dari vendor lokal, memotongnya menjadi dua atau empat bagian. Kemudian melapisinya dengan cat semprot hitam. Langkah ini memudahkan mereka untuk melihat dan melacak apa yang terjadi saat bawang dipotong. Kemudian, mereka memasang kamera berkecepatan tinggi dan mulai memotong.
“Memotong adalah proses yang sangat aneh,” kata Anne Juel, seorang fisikawan di Manchester University. “Kita memotong sesuatu dengan pisau setiap hari, tetapi untuk memotong sesuatu, Anda perlu melakukannya hingga ke skala atom.”
Dengan menggunakan “guillotine khusus”, para peneliti bereksperimen dengan kecepatan pemotongan. Mulai dari 4,5 meter hingga 20 meter per detik dan ketebalan bilah antara 5 hingga 200 milimeter. Mereka mengganti bilah baja secara manual dan memodifikasi kecepatan dengan menyesuaikan ketinggian bilah, yang dilepaskan dari atas.
Tim pun menganalisis rekaman dari kamera berkecepatan tinggi. Mereka dapat menyelidiki dinamika partikel penghasil air mata yang menyembur keluar dari bawang saat dipotong. Bilah yang lebih tipis dan lebih tajam menghasilkan lebih sedikit tetesan yang bergerak lebih lambat dan dengan lebih sedikit energi.
Sementara itu, bilah yang lebih tebal dan lebih tumpul menyebabkan ledakan partikel berkecepatan tinggi yang bergerak hingga 43 meter per detik. Hal ini terjadi karena bilah yang tumpul awalnya membengkokkan kulit bawang, yang menyebabkan tekanan terbentuk di dalamnya. Ketika bilah akhirnya mengiris, bilah melepaskan semua energi yang terkumpul dan membuat sari bawang beterbangan.
“Di udara, partikel-partikel tersebut juga terpecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil untuk menciptakan kabut yang lebih menyebar dari gada alami,” tulis Andrew Paul untuk Popular Science.
Pisau yang lebih tumpul menghasilkan partikel sebanyak 40 kali lebih banyak daripada pisau yang lebih tajam. Kecepatan pemotongan yang lebih cepat menghasilkan tetesan hingga empat kali lebih banyak daripada kecepatan yang lebih lambat.
Baca Juga: Dunia Tumbuhan: Mengapa Memotong Bawang Membuat Kita Menangis?
Hal ini menunjukkan bahwa cara terbaik untuk meminimalkan bahan kimia yang menghasilkan air mata saat memotong bawang. Yaitu dengan memotongnya perlahan dengan pisau tipis dan tajam. Namun, para peneliti tidak menguji teori ini dalam percobaan mereka.
Para juru masak rumahan sering kali disarankan untuk mendinginkan bawang sebelum memotongnya untuk meminimalkan keluarnya air mata. Jadi, para peneliti juga bereksperimen dengan bawang yang telah didinginkan selama 12 jam. Namun, dalam pengujian, bawang yang didinginkan melepaskan volume tetesan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bawang pada suhu ruangan.
Mencegah air mata saat memotong bawang mungkin tampak seperti topik penelitian yang sepele. Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa pekerjaan mereka juga dapat memiliki implikasi penting bagi keamanan pangan. Tetesan-tetesan yang terfragmentasi yang menyembur dari makanan mentah saat dipotong dapat berkontribusi terhadap penyebaran patogen penyebab penyakit.
“Tetesan yang dikeluarkan dapat bersentuhan langsung dengan pisau yang terkontaminasi atau membawa patogen yang terbawa permukaan saat meninggalkan permukaan makanan,” tulis peneliti. “Tetesan-tetesan yang lebih ringan mudah tersuspensi dan dapat diangkut oleh arus udara sekitar. Sehingga menimbulkan risiko potensial untuk penularan melalui udara.”
Maka, menjaga ketajaman bilah pisau mungkin merupakan cara mudah untuk membantu mengurangi penyakit yang ditularkan melalui makanan.
“Pisau yang lebih tajam tidak hanya mengurangi jumlah tetesan tetapi juga kecepatan dan energi kinetiknya,” tulis para ilmuwan dalam makalah tersebut. “Hal ini khususnya relevan untuk buah-buahan dan sayuran, yang dapat membawa patogen yang ditularkan melalui makanan seperti Salmonella.”
Penelitian tersebut bertajuk “Droplet Outbursts from Onion Cutting”.
Banyak proyek penelitian terkini lainnya telah mencoba menggunakan sains untuk memecahkan masalah sehari-hari. Ilmuwan memvisualisasikan gumpalan partikel aerosol yang dikeluarkan dari toilet komersial selama pembilasan. Dan beberapa bahkan menemukan desain urinoir baru untuk membantu mengurangi cipratan urine. Dan dalam bidang peningkatan mutu makanan, fisikawan Italia menemukan resep cacio e pepe yang sempurna. Sementara yang lain telah menemukan cara terbaik untuk membuat kopi seduh dan merebus telur.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR