Nationalgeographic.co.id—Dasi sudah ada sejak lama. Contoh tertua penggunaan dasi berasal dari Dinasti Qin di Tiongkok Kuno.
Pada masa itu, para anggota pasukan kerajaan Qin Shih Huang tercatat telah mengenakan dasi. Kini, di abad ke-21, jas dan dasi telah menjadi tengara untuk profesionalisme.
Baik di taman bermain, di ruang rapat, atau di acara formal, jas dan dasi telah lama melambangkan profesionalisme dan gaya.
Tidak hanya sebagai pakaian kerja, dasi juga dapat dikenakan untuk menunjukkan selera, status, dan kepribadian pemakainya.
Atau, seperti yang dikatakan John T. Molloy dalam bukunya Dress for Success terbitan tahun 1975, "Tunjukkan dasi seorang pria, dan saya akan memberi tahu Anda siapa dia atau siapa yang ingin dia tiru".
Namun, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan kembali dasi. Sebab, sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan di jurnal Neuroradiology menunjukkan bahwa mengenakan dasi dapat membatasi aliran darah ke otak, yang berpotensi menyebabkan sakit kepala, pusing, dan mual pada beberapa orang.
Berdasarkan penelitian Robert Ritch di Rumah Sakit Mata dan Telinga New York, yang menemukan hubungan antara penggunaan dasi dan tekanan intraokular, Robin Lüddecke dan rekan-rekannya di Rumah Sakit Universitas Schleswig-Holstein, Jerman, memindai otak 15 pria yang sehat sebelum dan sesudah mereka mengenakan dasi.
Selanjutnya, mereka melakukan hal yang sama persis dengan 15 pria tambahan. Hanya saja kelompok kali ini tidak memakai dasi.
Saat hasilnya keluar, seperti dilansir IFL Science, tim peneliti melihat bahwa pemakai dasi mengalami penurunan rata-rata aliran darah ke otak sebesar 7,5 persen. Sebaliknya, sama sekali tidak ada penurunan aliran darah yang diamati pada kelompok kontrol yang tak memakai dasi.
Bagi orang yang sehat, efek ini sebenarnya bukan masalah besar. Dalam skema besar, penurunan hanya 7,5 persen tidak akan banyak merugikan, kata Steve Kassem dari Neuroscience Research Australia kepada New Scientist.
Kassem menambahkan, hal itu bisa lebih bermasalah bagi mereka yang sudah memiliki laju aliran darah di bawah rata-rata (mungkin karena pembuluh darah yang tersumbat).
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR