Nationalgeographic.co.id—Tembok Besar Tiongkok merupakan salah satu tembok paling terkenal dalam sejarah dunia. Namun, selain Tembok Besar Tiongkok, ada tembok lain yang tidak kalah misterius.
Gobi Wall (Tembok Gobi) adalah sistem tembok dan benteng yang membentang sepanjang 321 kilometer. Gobi Wall melintasi padang pasir antara Tiongkok dan Mongolia. Mengapa tembok tersebut dianggap misterius? Konon, asal-usul, fungsi, dan konteks sejarahnya masih belum diketahui oleh para sarjana peradaban Asia dalam Abad Pertengahan.
Sebuah studi yang dipimpin oleh Profesor Gideon Shelach-Lavi dan peneliti Dan Golan dari Hebrew University of Jerusalem. Keduanya bekerja sama dengan para ahli dari Mongolia dan Amerika Serikat.
Studi tersebut bertajuk "Exploring the Gobi Wall: Archaeology of a Large-Scale Medieval Frontier System in the Mongolian Desert". Tim telah berhasil mengungkap sebagian misteri yang melingkupi bangunan kolosal ini.
Para peneliti melakukan kerja lapangan selama bertahun-tahun. Mereka menggabungkan teknologi penginderaan jarak jauh, eksplorasi dengan berjalan kaki, dan penggalian strategis. Kini, para peneliti telah menetapkan bahwa pembangunannya sebagian besar berasal dari periode Dinasti Xi Xia (1038–1227 M). Dinasti Xi Xia adalah sebuah kerajaan yang diperintah oleh suku Tangut. Kerajaan tersebut berada di wilayah yang sekarang merupakan Tiongkok bagian barat dan Mongolia selatan.
Di masa transformasi geopolitik yang mendalam, tembok tersebut muncul sebagai perisai pertahanan dan alat kontrol teritorial yang memiliki banyak sisi. Saat itu, melindungi kerajaan yang sedang berkembang menjadi hal yang penting,
Lebih dari sekadar penghalang: peran strategis tembok
Selama ini, diasumsikan bahwa struktur seperti Gobi Wall dibangun hanya untuk menghentikan invasi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa fungsinya jauh lebih kompleks. “Gobi Wall bukan sekadar garis pemisah wilayah,” jelas Profesor Shelach-Lavi. Tembok ini adalah mekanisme dinamis, yang dirancang untuk mengatur pergerakan orang serta perdagangan. Yang terpenting adalah memperkuat otoritas kerajaan dalam lingkungan yang sangat tidak bersahabat.
Para arkeolog menemukan bahwa rute pembangunan tembok itu tidak dipilih secara acak. Sebaliknya, tata letaknya disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya penting seperti air dan kayu. Air dan kayu penting untuk mempertahankan garnisun yang berpatroli di area tersebut. Selain itu, benteng dan pos pemeriksaan ditempatkan di titik-titik strategis. Seperti di jalur pegunungan, bukit pasir, dan fitur geografis lainnya. Semua itu memaksimalkan efektivitasnya sebagai pos pengawasan.
Konstruksi tembok itu sendiri mencerminkan adaptasi yang cerdas terhadap lingkungan. Karena dibangun dengan tanah padat dan diperkuat dengan batu dan kayu. Struktur tersebut didirikan menggunakan material lokal. Hal tersebut memungkinkan pembangunannya di wilayah yang gersang dan terpencil dengan pasokan sumber daya yang terbatas.
Baca Juga: Tembok Kota Xi'an, Saksi Bisu Sejarah Tiongkok yang Memukau Wisatawan
Pendudukan yang berkepanjangan: dari abad ke-2 SM hingga abad ke-19 M
Fase utama pembangunan bertepatan dengan periode Xi Xia. Namun, penggalian telah mengungkap bahwa wilayah tersebut ditempati secara berkala selama hampir dua milenium. “Dari abad ke-2 SM, selama puncak rute perdagangan yang mendahului Jalur Sutra, hingga abad ke-19,” tambah Profesor Shelach-Lavi. Bahkan di era modern, area di sekitar tembok tersebut tetap memiliki kepentingan strategis.
Para arkeolog menemukan lapisan artefak keramik, peralatan, dan sisa-sisa struktur yang tumpang tindih. Penemuan tersebut membuktikan keberadaan kelompok manusia secara terus-menerus untuk tujuan militer, komersial, atau pengawasan. “Setiap periode meninggalkan jejaknya,” ungkap Profesor Chunag Amartuvshin dari National University of Mongolia. Ia adalah salah satu penulis penelitian tersebut.
Hal ini memberi tahu kita tentang wilayah yang, meskipun terisolasi, tidak pernah terpinggirkan dalam peta politik Asia.
Studi ini menawarkan perspektif baru tentang bagaimana negara-negara pramodern menjalankan kekuasaan mereka di lingkungan ekstrem. Infrastruktur perbatasan seperti ini berfungsi sebagai sistem kehidupan, yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan kekaisaran yang membangunnya.
Studi ini menantang pandangan tradisional bahwa tembok hanyalah penghalang pasif, kata Profesor William Honeychurch dari Yale University. Kenyataannya, tembok adalah alat aktif pengelolaan teritorial. Pengelolaan itu vital bagi kelangsungan hidup rezim yang bergantung pada penguasaan wilayah pinggiran.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR