Nationalgeographic.co.id—Saat dunia dihadapkan pada krisis iklim yang mendesak, fokus beralih ke salah satu sekutu terbesar kita: lautan. Lautan adalah penyerap karbon terbesar di Bumi, menahan 50 kali lebih banyak karbon daripada atmosfer dan 20 kali lebih banyak daripada ekosistem darat.
Setiap tahun, sekitar sepertiga emisi karbon dioksida global diserap oleh lautan, sebuah proses yang dikenal sebagai karbon biru. Ekosistem pesisir seperti hutan bakau, padang lamun, dan rawa asin berperan penting dalam menjaga keseimbangan karbon vital ini.
Negara-negara Kepulauan Pasifik, meskipun diberkahi dengan sumber daya laut yang melimpah dan posisi strategis dalam inisiatif karbon biru, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut dan peristiwa cuaca ekstrem mengancam wilayah daratan kecil dan dataran rendah mereka.
Namun, harapan muncul dari Shanghai International Carbon Neutrality Expo 2025 yang berlangsung dari 5 hingga 7 Juni, bertema "Menuju Masa Depan Netral Karbon." Di sana, berbagai proyek kerja sama dan pencapaian teknologi penting di bidang karbon biru akan diumumkan.
Salah satu inisiatif inovatif yang dibahas adalah penyerapan karbon melalui budidaya kerang dan makroalga. Menurut Yan Jinpei dari Third Institute of Oceanography, Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok, kapasitas penyerapan karbon tahunan dari tiga ekosistem karbon biru pesisir utama Tiongkok berkisar antara 1,2688 hingga 3,0774 juta ton karbon dioksida.
Tiongkok sendiri, sebagai negara dengan budidaya laut terbesar di dunia, didominasi oleh budidaya makroalga dan kerang yang menyumbang sekitar 85 persen dari total hasil budidaya lautnya.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2030, budidaya laut di Tiongkok akan menghilangkan sekitar 2,3 juta ton karbon dari badan air setiap tahun, angka yang diproyeksikan akan melampaui 4 juta ton pada tahun 2050. Makroalga, khususnya, bekerja dengan menyerap karbon dioksida melalui fotosintesis, lalu menyimpan karbon tersebut di laut.
Mona Mato, komisaris perdagangan Pacific Trade Invest China, menekankan pentingnya kolaborasi ini. "Tujuan kami adalah menciptakan peluang bagi kemakmuran ekonomi, keberlanjutan, dan mata pencarian masyarakat Pasifik kami sejalan dengan visi para pemimpin negara-negara Kepulauan Pasifik," tuturnya seperti dilansir laman CGTN.
Ia menambahkan bahwa "Menjelajahi peluang pasar karbon adalah dasar inisiatif pasar ini oleh kantor kami untuk membantu mitigasi perubahan iklim dan berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi serta investasi."
Membuka Potensi Ekonomi Karbon Biru
Selain proyek-proyek yang sedang berjalan, Tiongkok juga aktif menjajaki jalur berbasis pasar untuk penyerapan karbon laut. Perdagangan karbon telah muncul sebagai model ekonomi yang sangat potensial.
Baca Juga: Bagaimana Teluk Lampung Mengajarkan Ilmuwan Dunia tentang Karbon Biru?
KOMENTAR