Pemerintah telah melakukan operasi anti-terorisme, program deradikalisasi, dan menyediakan program dukungan ekonomi bagi mantan militan. Selain upaya-upaya strategis ini, beberapa rekomendasi di bawah mungkin berguna untuk menangani radikalisasi melalui keluarga.
Program pencegahan yang menyasar pada orang tua berpotensi mencegah nilai-nilai radikal orang tua diadopsi oleh anak-anak. Anak-anak cenderung mengadopsi pandangan orang tua mereka, terutama ketika mereka berdiskusi mengenai ideologi ekstrem yang sama, dan juga ketika ada kesamaan ideologi, dan komitmen beragama yang tinggi. Karena itu, pencegahan harus dimulai dengan mendidik orang tua.
Mengadakan intervensi sosial untuk melawan ideologi ekstrem, misalnya melalui kegiatan-kegiatan sosial masyarakat dengan melibatkan orang tua dan anak. Ketika ideologi ekstrem tidak terlalu dianggap penting dan ketika anak-anak memahami bahwa mereka memiliki pilihan-pilihan dalam hidup, ideologi ekstrem mungkin lebih cenderung lebih rendah.
Pemerintah harus melibatkan orang-orang yang telah kembali ke Indonesia dari IS di Suriah untuk berpartisipasi aktif dalam program-program ekstremisme anti-kekerasan. Diperkirakan pada 2017 ada 600 anggota ISIS dari Indonesia, termasuk sekitar 100 perempuan di Suriah. Beberapa telah kembali ke Indonesia dengan mengecilnya wilayah IS di Suriah dan Irak.
Terakhir, ideologi ekstrem bukanlah sesuatu yang mudah terjadi pada manusia, dan tidak ada yang bisa diprediksi. Ideologi pada akhirnya melayani individu yang memegangnya dengan memberikannya pilihan-pilihan dalam hidup—menjadi seorang teroris atau humanis.
Haula Noor, PhD Candidate at Coral Bell School of Asia Pacific Affairs , Australian National University
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR