Nationalgeographic.co.id - Saat ini, kebakaran sedang terjadi hampir di seluruh dunia. Pada akhir Juli, Yunani dilalap kobaran api. Selain itu, suhu panas ekstrem dan kekeringan juga menyebabkan kebakaran di Swedia, Norwegia, Finlandia, Spanyol dan Inggris.
Di Amerika Utara, negara bagian seperti California, Oregon, dan Alaska, diserang api yang membakar jutaan hektar lahan.
Kebakaran di California menyisakan jejak-jejak kerusakan – bahkan menghilangkan nyawa warga. Namun, bagi beberapa spesies alam liar yang telah berevolusi dengan api, bencana alam itu tidak terlalu mengerikan.
“Di wilayah ini, kehidupan alam liar telah terbiasa dengan kebakaran. Seolah-olah api menjadi bagian alami dari lanskap di sana,” kata Mazeika Sullivan, ahli ekologi dari Ohio State University.
Bertahan di tengah kobaran api
Beberapa satwa memiliki kemampuan untuk melarikan diri dari api. Burung bisa terbang, mamalia dapat berlari, sementara amfibi dan makhluk kecil lainnya bersembunyi di dalam lubang yang digalinya atau di bawah bebatuan. Hewan lainnya, seperti rusa, akan berlindung di sungai atau danau.
Gabriel d'Eustachio, pemadam kebakaran hutan mengatakan bahwa pada 2014, dia pernah menyaksikan bagaimana kerumunan invertebrata kecil melarikan diri dari kobaran api.
“Bayangkan ada gelombang invertebrata yang berjalan di depan api,” kenangnya.
Baca juga: Beruang Kutub Ditembak Mati Setelah Menyerang Petugas Kapal Pesiar
Kebakaran bisa bermanfaat bagi predator yang mengincar hewan-hewan yang sedang kabur tersebut. Beruang dan rakun misalnya, pernah terlihat berburu di tengah api.
“Di situasi jangka pendek itu, pasti ada yang menang dan kalah,” ujar Sullivan.
Para ilmuwan tidak memiliki jumlah pasti berapa banyak binatang yang mati dalam kebakaran setiap tahunnya. Namun, belum ada catatan tentang kebakaran yang menewaskan seluruh populasi atau spesies.
Beberapa hewan mungkin mati akibat asap dan api – terutama mereka yang tidak bisa berlari dengan cepat dan tak mampu menemukan tempat berlindung. Satwa yang kecil dan masih muda adalah yang paling rentan.
Selain itu, strategi bertahan hidup mereka kadang tidak berguna saat kebakaran. Insting koala yang merangkak naik ke pohon tinggi misalnya, hal itu justru membuatnya terjebak di tengah api.
Agen perubahan
Di sisi lain, penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebakaran moderat yang terjadi secara alami dapat meningkatkan “tambalan” hutan dan menciptakan habitat mikro yang lebih luas. Dari padang terbuka menjadi hutan yang tumbuh kembali.
Perlu diketahui bahwa wilayah liar seperti hutan dan padang rumput mengalami pertumbuhan dan perubahan komposisi dari waktu ke waktu. Hutan berusia satu tahun tentunya akan memiliki tanaman dan hewan yang berbeda dengan alam berusia 40 tahun.
Oleh karena itu, menurut Patricia Kennedy, ahli biologi alam liar dari Oregon State University, gangguan seperti kebakaran dapat menjadi ‘tombol atur ulang’. Itu akan membuat hutan-hutan lama terlahir kembali dan banyak spesies yang membutuhkannya.
Apa yang terjadi setelah kebakaran bergantung pada lanskap, seberapa parah tingkatannya, dan spesies yang terlibat. Peristiwa tersebut selalu memicu perubahan pada tanaman, mikrob, jamur, dan organisme lainnya yang menempati kembali area kebakaran.
Saat tanaman dan pohon kembali tumbuh, cahaya serta fitur lainnya berubah. Begitu pun komposisi makhluk di area tersebut yang merespons perubahan.
Sungai dan sumber air di wilayah terbakar juga bisa berubah. Aliran, tingkat kekeruhan, kimia dan struktur air akan terpengaruh. Untuk sementara, ikan-ikan akan pergi dan invertebrata air mungkin mati.
Baca juga: Meski Memiliki Tubuh Besar, Gajah Ternyata Takut Kepada Lebah
Beberapa spesies sebenarnya membutuhkan api sebagai bagian dari sejarah kehidupan mereka. Panas dari api menstimulasi jamur untuk merilis spora.
Tanaman tertentu bahkan baru bisa menghasilkan biji setelah kobaran api. Tanpa api, organisme-organisme tersebut tidak bisa bereproduksi dan segala sesuatu yang bergantung kepadanya akan terpengaruh.
Namun, meski kebakaran memiliki dampak positif, namun apabila sering terjadi akan berdampak buruk bagi spesies.
Sejak awal 1970-an, musim kebakaran di Amerika Serikat bagian barat telah meningkat. Perubahan iklim memperparah suhu, menyebabkan es mencair, dan merampas kelembapan hutan sehingga ia rentan terhadap kebakaran.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR