Meskipun terdapat kawasan perlindungan seluas empat ribu mil persegi di sekitar lokasi, di mana emisi seharusnya dikontrol dengan ketat, foto-foto Taj Mahal tetap menunjukkan adanya kemerosotan selama beberapa tahun terakhir.
Batas emisi telah lama diabaikan para pengembang. Tumpukan sampah secara teratur dibakar di dekat bangunan. Kemudian, polusi dari sungai Yamuna memberikan tantangan lebih lanjut bagi Taj Mahal.
Sampah yang tidak diolah serta limbah industri yang mengalir dari kota menciptakan perairan yang mengandung nutrisi. Itu kemudian terbawa angin dan mengendap di batuan Taj Mahal, memungkinkan mikroorganisme yang berasal dari sungai tersebut berkembang di permukaan dan membuat warna dinding menjadi hijau.
Diduga, kotoran serangga yang mengontaminasi sungai juga telah mempercepat kerusakan. Namun, dampak sulfur dan nitrogen dioksida yang berasal dari bahan bakar fosil tetap tidak boleh diabaikan.
Sejak 1998, para ilmuwan India telah mengeksplor berbagai metode restorasi. Sementara yang lainnya berusaha menghentikan proses perubahan warna di Taj Mahal. Salah satu upayanya adalah melapisi Taj Mahal dengan tanah liat basah. Itu diharapkan dapat mengurangi bahaya asam yang menyerang permukaan marmer, namun tampaknya, justru membuat situasi semakin buruk.
Pembaruan
Di London, 50 tahun setelah Taj Mahal selesai dibangun, Sir Christopher Wren merancang struktur yang serupa. Katedral St Paul yang diselesaikan pada 1711, dibuat dari batuan kapur berwarna terang, Portland Stone.
St Paul juga menderita hal yang sama seperti Taj Mahal – akibat hujan asam, jelaga, polutan atmosfer, dan proses penggelapan warna seiring bertambahnya usia. Namun, setelah 40 tahun dipantau oleh sekelompok geografer dan menggunakan teknik ilmiah seperti pengamatan berulang dengan penghitung mikro-erosi, tingkat pelapukan jadi lebih mudah dipahami.
Orang-orang tua di Inggris mungkin ingat kabut asap yang menyelimuti kota-kota di negara tersebut pada 1940 dan 1950-an. Pemasanan domestik selama empat ratus tahun, asap yang berasal dari kendaraan dan pembangkit listrik tenaga batu bara memungkinkan sulfur dioksida dan partikel karbon halus meracuni udara London.
Di udara dingin, terutama pada malam musim gugur, kabut asap semakin merusak dan mengikis batu kapur. Efeknya seperti meracuni paru-paru manusia.
Baca juga: Terlalu Lama Terpapar Polusi Udara Memicu Terjadinya Gagal Jantung
Ketika St Paul ditutup pada 1980an, diketahui bahwa tembok pembatas dan ukirannya telah hancur sepenuhnya. Meninggalkan permukaan batu penuh dengan kerak jelaga dan menyembunyikan rongga di bawahnya.
Meski begitu, proses pembersihan yang dilakukan secara hati-hati dan batu penggantinya telah melindungi warisan Sir Christopher Wren tersebut.
Perlu dilihat kembali apakah Taj Mahal bisa direstorasi dengan cara yang sama.
Taj Mahal adalah keajaiban dunia modern. Namun, harta nasional dan internasional ini membutuhkan tindakan cepat dan tegas jika tidak ingin kehilangan kilau legendarisnya.
Source | : | Carolyn Roberts/The Conversation |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR