Artikel ini berisi foto dan video yang dapat membuat sebagian pembaca merasa tidak nyaman.
Nationalgeographic.co.id - Kelompok penyayang binatang Dog Meat-Free Indonesia (DMFI) mendesak pemerintah Indonesia untuk menepati janjinya dalam melarang perdagangan daging anjing dan kucing, terutama setelah beredarnya video di mana kedua hewan tersebut dibunuh dengan cara dipukul kepalanya dan dibakar saat masih hidup.
Lola Webber, direktur Change for Animals Foundation — yang menjadi bagian dari DMFI bersama Humane Society International, Animal Friends Jogja, and Jakarta Animal Aid Network — mengatakan bahwa kebrutalan ini masih terus terjadi di Pasar Ekstrim Tomohon, Sulawesi Utara.
"Ini adalah kekejaman yang paling mengerikan yang pernah saya saksikan selama 10 tahun, dan praktik tersebut dilakukan di depan anak-anak," ungkapnya, dilansir dari ABC News pada Senin (17/9/2018).
Baca Juga : Sempat Gagal, Misi ke Matahari Akan Terwujud Dengan Wahana Parker
Pasar Tomohon dikenal ekstrem karena menjual berbagai hewan yang tidak lazim untuk dikonsumsi, seperti hewan tikus, kelelawar, ulan piton, anjing dan kucing.
Dalam sebuah video, terlihat anjing dan kucing dibakar hidup-hidup menggunakan obor dengan api yang menyala. Pembunuhan ini dilakukan di saat pasar sedang dalam kondisi ramai oleh penduduk setempat, turis, dan anak-anak.
Selain itu, hewan-hewan malang tersebut juga dipukuli di bagian kepala menggunakan kayu besar oleh sang penjual.
Pada Desember 2017 lalu, DMFI sempat mengunggah video terkait kebrutalan pasar Tomohon dan membuatnya menjadi viral. Hal ini memicu kecaman global hingga dilayangkannya surat kepada Presiden Joko Widodo untuk segera memberikan larangan terhadap perdagangan daging anjing dan kucing.
Lebih dari 90 selebriti Indonesia dan internasional seperti Cameron Diaz, Jane Goodall, Simon Cowell dan Ellen DeGeneres pun ikut menandatangani surat tersebut.
Perwakilan DMFI juga bertemu dengan Pemerintah Kota Tomohon dalam upaya mengakhiri pembunuhan anjing dan kucing disana.
Dari hasil pertemuan tersebut, keduanya berhasil menegosiasikan untuk mengakhiri penjualan dan pembantaian anjing dan kucing di pasar Tomohon.
Pemerintah setuju dengan para aktivis dan sepakat untuk bekerja sama dalam memperhatikan kesejahteraan hewan. Targetnya adalah mengakhiri perdagangan daging anjing dan kucing di kota itu dalam empat tahun.
Pada awal Agustus, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif, menyatakan janjinya untuk mengakhiri perdagangan yang ia sebut sebagai "penyiksaan hewan".
Hal yang sama juga disampaikan oleh Katherine Polak dari Four Paws: "Terlepas dari apakah ini merupakan bagian tradisi mereka, faktanya itu masih merupakan tindakan kekejaman terhadap hewan."
Ancaman rabies
Menurut Syamsul, dalam peraturan Undang-Undang Pangan Indonesia Tahun 2012, daging anjing dan kucing tidak didefinisikan sebagai makanan karena mereka bukan produk pertanian atau kehutanan.
Apa yang dilakukan penjual di pasar kepada anjing dan kucing, seperti yang direkam oleh DMFI, memicu kekhawatiran mengenai kesehatan dan keselamatan masyarakat terkait rabies.
Baca Juga : Inilah Empat Suku di Dunia dengan Berbagai Kemampuan yang Mengagumkan
Berdasarkan keterangan Webber, saat mendokumentasikan kekejaman penjual di Pasar Tomohon itu, semua kru terkena percikan darah dari hewan yang dibunuh. Ini menunjukan betapa mudahnya pelanggan dan wisatawan terinfeksi penyakit seperti rabies.
"Dua dari tim kami mengalami sakit setelah kunjungan dari pasar tersebut," ungkapnya.
Polak menambahkan, selama perdagangan anjing dan kucing di Sulawesi Utara tetap tinggi, maka upaya Indonesia untuk mendapat status bebas rabies akan sia-sia.
"Hanya dengan satu jilatan, goresan atau gigitan dari hewan yang terinfeksi rabies, maka harus adanya perawatan untuk mencegah penyakit rabies," ujar Polak.
Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group juga membagikan video dalam laman akun Youtube mereka, dengan judul "Anjing ini dibakar hidup-hidup untuk dijual sebagai makanan."
Source | : | ABC News |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR