Contohnya, elang bernama Domas yang memiliki perilaku sangat agresif. Beberapa kali ia menyerang perawat satwa yang membersihkan kandangnya. Bahkan, ada perawat yang terluka akibat cakar Domas yang sangat tajam dan runcing. Tiga cakar Domas meninggalkan goresan berdarah-darah di dahi sang perawat.
Muhammad Kusnaedi, salah seorang perawat elang yang bertugas di kandang rehabilitasi, mengatakan, perlu dua orang jika ingin membersihkan kandang Domas.
“Yang satu membersihkan kandang, yang lain menghalau Domas. Atau, yang paling aman, membersihkan kandang saat Domas makan,” katanya.
Tentang virus mematikan
Para perawat pernah melewati masa-masa sedih di Pusat Konservasi Elang Kamojang. Masa kelam itu terjadi pada akhir November sampai awal Desember 2017. Saat itu, ada wabah mematikan yang menyerang 39 ekor dari 96 elang di pusat konservasi ini.
Zaini Rahman, manajer lapangan PKEK, mengisahkan, saat ditemukan seekor elang yang sakit, tak seorang pun menduga terjadinya serangan virus. Saat itu, memang belum muncul dugaan wabah mengingat pada saat bersamaan dengan siklon tropis Dahlia. Namun, beberapa hari berselang, 10 elang ditemukan sakit, yang diikuti dengan kematian 7 elang pada hari yang sama.
Baca Juga : Pelepasliaran Elang Bondol di Kepulauan Seribu
Sampai akhir Desember 2017, wabah virus tetelo itu merenggut nyawa 37 elang. Bahkan, PKEK sempat ditutup sementara dari publik.
Zaini menuturkan, kemungkinan ada beberapa dugaan menyebarnya wabah tetelo. Secara internal, ada beberapa kemungkinan: keamanan hayati (biosecurity) yang kurang maksimal, atau adanya elang yang belum dicek medis secara memadai.
“Mungkin juga, perawat satwa menjadi perantara masuknya virus,” papar Zaini. Kemungkinan lain, siklon tropis Dahlia yang melanda kawasan Jawa Barat bagian selatan membuat paparan sinar matahari berkurang. Akibatnya, virus berkembang cepat, dan menyerang elang. Dugaan lainnya, virus menyebar dari burung puyuh yang menjadi pakan elang. Untuk mencegah penularan lebih lanjut, pengelola membakar elang-elang yang mati.
Peristiwa itu memberikan pelajaran penting dalam pengelolaan Pusat Konservasi Elang Kamojang. Zaini menyatakan, salah satu pembelajaran adalah pemilihan lokasi pusat konservasi yang jauh dari permukiman.
Sebelum Lupa, Ini 8 Hal Terliar tentang Tubuh Manusia yang Diungkap Sains pada 2024
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR