Nationalgeographic.co.id - Perubahan iklim yang terjadi di Bumi, ternyata tidak hanya berdampak pada bentang alam saja, melainkan juga bisa menyebabkan ledakan populasi hewan pengerat tikus.
Para ilmuwan sudah memperkirakan kenaikan suhu global sebesar 2 derajat celcius pada akhir abad ini. Peningkatan suhu tersebut rupanya memberikan kondisi perkembanganbiakkan yang paling subur bagi tikus-tikus.
“Di beberapa tempat, kami melihat peningkatan populasi hewan pengerat hingga sepuluh kali lipat," ungkap Dr Graeme Elliott, dari Departemen Konservasi Selandia Baru, dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga : Memakan Siput Dapat Menyebabkan Kematian, Begini Penjelasannya
Bobby Corrigan seorang pakar tikus dari Cornell University, mengatakan bahwa hewan pengerat seperti tikus memiliki masa kehamilan yang sangat cepat, yaitu hanya selama 14 hari saja. Tikus juga hanya membutuhkan waktu satu bulan setelah dilahirkan untuk bereproduksi.
Itu artinya, satu tikus yang hamil bisa menghasilkan 15.000 hingga 18.000 tikus baru dalam waktu kurang dari satu tahun.
Baca Juga : Salah Satu Pulau di Jepang Menghilang Akibat Tertelan Gelombang
Ini bukanlah hal yang baik mengingat tikus terkenal dengan kemampuannya untuk menularkan berbagai macam penyakit, seperti pes atau sampar, leptospirosis, diare, demam hingga keracunan makanan. Bahkan, kuman penyakit di kotoran tikus yang mengering mampu menyebar dan menempel pada makanan di rumah.
Penyakit-penyakit tersebut bisa berdampak pada kematian. Contohnya pada tahun 2011 sebanyak 13 warga Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, meninggal akibat leptospirosis. Lalu pada tahun 2016, terdapat 40 kasus warga Jakarta yang menderita leptospirosis.
Source | : | Kompas.com,newsweek |
Penulis | : | Loretta Novelia Putri |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR