Nationalgeographic.co.id - Populasi harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) kini hanya tinggal 600 ekor. Erlinda C Kartika, Sekretaris Jenderal Forum Harimau Kita, menyatakan, ada 1065 kasus konflik manusia dengan harimau Sumatra dari 2001 hingga 2016.
Dari data tersebut, diketahui bahwa, konflik yang terjadi karena harimau melintas di permukiman warga ada 375 insiden dan kasus harimau memangsa ternak sebanyak 376 insiden. Selain itu, konflik berupa harimau menyerang manusia terjadi 184 kali.
Baca Juga : Mengenal Ragam dan Motif Batik yang Menjadi Kekayaan Khas Indonesia
Salah satu faktor penyebab menurunnya populasi harimau Sumatra adalah karena perangkap yang dibuat manusia. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Riau: seekor harimau yang sedang mengandung ditemukan tewas tergantung setelah tali perangkap membelit dan melukai pinggangnya.
Sunarto, ahli ekologi satwa liar dari WWF Indonesia menyatakan bahwa konflik harimau dengan manusia dan kematian akibat perangkap ini seperti fenomena gunung es. Jumlah kasus yang sebenarnya terjadi mungkin saja jauh lebih besar, hanya saja tidak terekspos ke publik.
"Yang kita temukan itu kan hanya jerat yang masih aktif. Namun, berapa banyak pemburu yang langsung membunuh harimau dan memperdagangkan bagian tubuhnya? Saya kira jumlahnya jauh lebih banyak,” ucap Sunarto.
Baca Juga : Gempa Kembali Terjadi, Kini Melanda Sumba Timur Sebanyak 4 Kali
Saat tertangkap, para pemburu biasanya akan berbohong dan mengatakan memasang jerat tersebut untuk menangkap binatang yang menjadi hama pertanian. Padahal, perangkap tersebut memang dibuat untuk menjerat satwa liar dan langka untuk diperdagangkan.
Karena pemasang jeratan sering berbohong dengan alasan tersebut, maka Sunarto menyarankan agar metode alat pengendali hama pertanian diatur lebih detail. Secara tidak langsung, tindakan ini mencegah kematian harimau yang lebih banyak.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Loretta Novelia Putri |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR