Nationalgeographic.co.id – Polisi India menangkap ratusan orang yang berpesta menggunakan kembang api saat Perayaan Diwali, Kamis (8/11). Ini dilakukan karena kembang api membuat udara di negara tersebut semakin tercemar dan beracun.
Lebih dari 300 orang ditahan di Delhi, kota paling tercemar di dunia. Mahkamah Agung sendiri telah membatasi penggunaan kembang api: hanya boleh dinyalakan dua jam di malam hari saat Festival Diwali. Namun, 20 juta penduduk di ibu kota India itu tampaknya mengabaikan putusan pengadilan.
Mereka justru menggelar ‘malam bebas’ untuk menyalakan kembang api warna-warni. Menimbulkan suara yang memekakkan telinga dan meninggalkan udara tercemar yang lebih tinggi lima kali lipat dari batas aman.
Baca Juga : Foto-foto Desa Doudo, Desa yang Berhasil Bangkit dari Kekeringan
Menurut Kedutaan Besar Amerika Serikat di Delhi yang secara rutin memantau tingkat polusi, kualitas air di sana mencapai 595 setelah Perayaan Diwali. Sebagai perbandingan, udara di kota-kota seperti London dan Paris hanya menyentuh 41 dan 52. Pembacaan angka pencemaran di atas 100 sudah dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia.
Monumen-monumen utama di Delhi, termasuk India Gate dan Red Fort, diselimuti kabut abu-abu yang berbahaya pada Kamis (8/11). Para warga pun mengenakan masker untuk menghindarinya. Jarak pandang di jalan-jalan utama hanya sekitar 50 meter akibat kabut debu tersebut.
Sunil Dahiya, dari Greenpeace India mengatakan, tradisi keagamaan adalah salah satu alasan mengapa orang-orang masih menyalakan kembang api, meski itu menyebabkan pencemaran udara.
“Mereka juga mengira bahwa meledakkan kembang api di satu hari perayaaan tidak akan membuat banyak perbedaan pada kualitas udara sepanjang tahun,” papar Dahiya. Padahal, yang terjadi adalah kebalikannya.
Baca Juga : Laut Dunia Memanas dengan Cepat, Ini Dampak yang Akan Terjadi
Partikel udara yang tercemar memiliki dampak negatif, di antaranya bronkitis kronis, kanker paru-paru dan penyakit jantung.
Bulan lalu, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa udara beracun dari dalam dan luar ruangan, membunuh 600 ribu anak-anak di bawah 15 tahun setiap tahunnya.
Source | : | AFP |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR