Nationalgeographic.co.id – Di tengah kota yang penuh polusi, kita semakin sulit untuk bernapas. Mobil-mobil memenuhi jalanan dengan partikel dari knalpotnya. Asap dari pabrik dan pembangkit listrik pun mengisi langit.
Pada hari-hari terik di musim panas, partikel tersebut dapat berubah menjadi ozon berbahaya.
Semua jenis polusi udara ini – asap, jelaga, dan ozon – tidak hanya ‘mencekik’ paru-paru orang yang menghirupnya, tapi juga membebani dan merusak otak mereka.
Baca juga: Peningkatan Karbon Dioksida di Udara Picu Masalah Kekurangan Gizi
Berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, paparan kronis terhadap polusi udara tampaknya menimbulkan efek merugikan pada kognitif manusia. Dan ini terus memburuk sepanjang hidup mereka.
Menurut penelitian tersebut, efek polusi udara pada otak manusia tidak akan berhenti, melainkan semakin memburuk seiring bertambahnya usia. Terutama pada mereka yang kurang berpendidikan.
Ilmuwan menekankan, ini bisa membuat risiko penyakit otak meningkat dan biaya pengobatannya semakin mahal. Akibatnya, merawat orang-orang lanjut usia akan lebih kompleks dibanding sekarang.
Untuk studi terbaru ini, tim peneliti menguji data dari survei nasional yang dilakukan di 162 wilayah di Tiongkok antara 2010 hingga 2014, kemudian membandingkan hasilnya dengan data kualitas udara dari pemerintah.
Baca juga: Squirmy Mealworms, Cacing yang Mampu Melahap Plastik dan Styrofoam
Menggunakan data bertahun-tahun, peneliti mampu melihat bagaimana udara tercemar sangat memengaruhi skor tes verbal dan matematika. Mereka juga menemukan bahwa tinggal di wilayah berpolusi mengubah nilai ujian dari waktu ke waktu.
Polusi udara cenderung memiliki efek yang lebih kuat pada area otak yang berkaitan dengan tes verbal dibanding matematika.
Ketika berbicara tentang dampak negatif pencemaran, kita tidak dapat mengabaikan bahwa itu juga mengubah kemampuan seseorang dalam berpikir.
Tiongkok, sama seperti beberapa negara berkembang lainnya, memang memiliki sejumlah besar kota dengan kualitas udara yang parah.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR