Jelajahi Warisan Budaya Melayu di Pulau Penyengat nan Memikat

By Agni Malagina, Jumat, 1 Februari 2019 | 13:00 WIB
Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat tampak dari foto udara. (Feri Latief)

 

Nationalgeographic.co.id - Seakan tidak ada habisnya menghitung khazanah budaya Melayu di Pulau Penyengat. Sebuah pulau dengan luas tak lebih dari 2 km persegi di wilayah perbatasan Indonesia Singapura. Pulau Penyengat juga menjadi bagian dari Kota Tanjungpinang, Kepulaian Riau.

Keistimewaan Pulau Penyengat sudah tak dapat dimungkiri lagi. Ia menjadi pusat kebudyaaan Melayu dan pusat kajian Melayu Islam yang ternama di dunia.

Puluhan peneliti Indonesia dan akademisi mancanegara datang meneliti Kebudayaan Melayu di pulau ini. Siapa tak kenal Raja Ali Haji, pencipta Gurindam Dua Belas. Ia juga peletak dasar gramatika Bahasa Melayu yang kelak disebut Bahasa Indonesia. Ya… Bahasa Indonesia yang mempersatukan Nusantara.

Baca Juga : Tetap Kurus Meskipun Banyak Makan? Ini Penjelasan Ilmiah Di Baliknya

 “Apa yang mengaitkan Pulau Penyengat dengan Flores?” tanya Wiwien Tribuwani pakar pariwisata berkelanjutan ternama di Indonesia tentang Pulau Penyengat.

“Ya Bahasa Indonesia, tata gramatiknya berasal dari Pulau Penyengat dan digunakan oleh mama-mama di Flores untuk berkomunikasi dengan saya, dengan kita, istemewa kan,” ujarnya pada sela-sela pelatihan interpretasi pariwisata di Balai Kelurahan Pulau Penyengat, kepada anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) kelurahan tersebut.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa atribut penting Pulau Penyengat sangat kuat. Selain sebagai tempat lahirnya tata bahasa Melayu, Pulau Penyengat juga menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional.

Kawasan kota lama. (Agni Malagina)

Klenteng Tanjungpinang. (Agni Malagina)

Pulau Penyengat dinobatkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional pada tahun 2018 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam lembar Keputusan Menteri No.112/M/2018.

Keputusan Menteri ini memutuskan bahwa Kawasan Cagar Budaya Pulau Penyengat menjadi Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional, dengan luas lahan 91,15 hektare dan memiliki 46 buah peninggalan Cagar Budaya. Saya kira, ini satu-satunya kelurahan di Indonesia yang ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya Nasional dan memiliki 46 buah situs Cagar Budaya.

Tak hanya itu, sepertinya, Pulau Penyengat merupakan satu-satunya kelurahan di Indonesia yang memiliki dua orang Pahlawan Nasional, yaitu Raja Ali Fisabilillah (1994) dan Raja Ali (2004). Menarik bukan? 

“Kalau kita keliling Penyengat, tak cukup sehari, banyak cerita!” ujar Raja Farul, pegiat pariwisata Tanjungpinang yang membawa saya berkeliling. "Ini wisata sejarah budaya seni tradisi!" tegas Farul. 

Ayo ikuti perjalanan saya menjelajahi Pulau Penyengat dalam sehari. Sekadar info, Anda bisa mejelajahi Pulau Penyengat dengan berjalan santai, naik sepeda, atau becak motor. Lantas Apa saja yang bisa kita jumpai di Pulau Penyengat?

1. Masjid Raya Sultan Riau Penyengat

Masjid Raya Sultan Riau Penyengat menjadi salah satu daya tarik utama Pulau Penyengat bagi peziarah, peneliti maupun pengunjung wisatawan baik domestik maupun mancanegara. (Agni Malagina)

Masjid ini mulai dibangun pada 1 Syawal 1249 H (1832), pada masa Raja Abdurrahman Yang Dipertuan Muda VII—memerintah pada tahun 1831–1844. Konon, salah satu bahan utama yang digunakan untuk membangun masjid ini adalah putih telur.

Masjid ini juga menjadi tempat penyimpanan ratusan naskah kuno berupa Kitab Kuning, Al Quran tulisan tangan dan naskah lainnya yang sering menjadi penelitian para filolog Indonesia maupun asing.

2. Gedung Tabib

Gedung ini sangat instagramable karena tak lagi beratap, hanya tersisa kerangka bata dan pohon bayan yang merambat di dindingnya.

Dahulu gedung ini merupakan tempat tinggal Raja Daud bin Raja Ahmad bin Raja Haji Fisabilillah yang juga seorang tabib pengobatan cara Melayu, serta penulis Risalah Ilmu Tabib dan Rumah Obat di Pulau Penyengat.

3. Istana Ali Marhum Kantor atau sering disebut Istana Kantor.

Gedung Kantor merupakan salah satu situs Cagar Budaya Nasional di Pulau Penyengat. (Agni Malagina)

Tilas tempat kediaman Raja Ali bin Raja Jakfar atau yang dikenal dengan gelar Yang Dipertuan Muda VIII Riau Lingga memerintah tahun 1844–1857.

4. Istana Engku Bilik

Tilas tempat kediaman Tengku Biliki atau Raja Halimah binti Raja Muhamad Yusuf Al–Ahmadi. Engku Bilik adalah adik dari Sultan Abdurrahman Muazzamsyah, sultan Riau Lingga terakhir yang memimpin Kesultanan Melayu Riau Lingga 1885–1911.

Keluarga ini meninggalkan Pulau Penyengat pada tahun 1911 menuju Singapura sebagai reaksi penolakan terhadap perintah Belanda yang ingin menghilangkan kekuasaan kesultanan. Gedung ini juga pernah digunakan Pemerintah Jepang ketika menduduki Pulau Penyengat tahun 1942-1945.

5. Permakaman tokoh sejarah Melayu

Kompleks makam Raja Haji Fisabilillah; Kompleks makam Raja Ali Haji, Raja Abdulah Mursyid, Engku Puteri Raja Hamidah; Makam Datuk Kaya Mepar; Makam Datuk Ibrahim; Kompleks Makam Raja Jafar; dan lainnya.

6. Balai Adat

Permainan gasing tradisional di halaman Balai Adat Pulau Penyengat. (Agni Malagina)

Kompleks Balai Adat Pulau Pengengat adalah kompleks bangunan yang terdiri dari Balai Adat dan beberapa bangunan kecil di sekitarnya. Balai Adat berbentuk rumah panggung berlanggam Melayu tradisional ini merupakan tempat berkumpulnya warga dan kegiatan lainnya.

Di gedung ini juga terdapat panggung berhias pelaminan khas Melayu dengan warna-warna merah, kuning, hijau. Di kompleks tersebut juga terdapat bangunan Rumah Baca Pulau Penyengat. Di area ini, Anda dapat mencoba permainan gasing. Tersedia juga penyewaan pakaian adat Melayu Pulau Penyengat yang dikelola oleh Pokdarwis setempat dengan biaya sewa Rp25.000.

7. Tempat kuliner

Salah satu kuliner khas Melayu Penyengat, Nasi Lemak, terbuat dari bayan beras basmati dengan rempah-rempah dan campuran daging. Cocok dimakan dengan acar kuning, pacri bombai atau sajian lauk lainnya. (Agni Malagina)

Wilayah pelabuhan utama Pulau Penyengat (menuju pintu masuk gerbang utama), terdapat kedai-kedai makan. Kue mungil derum-derum berbentuk bulat cincin merupakan kue khas daerah tersebut.

Anda bisa mencecapi kuliner khas Melayu Pulau Penyengat, seperti Nasi Minyak, Nasi Dagang, Es Dohot, Daging Kormak, Sambal Lumat, Tamban Masak Asam, Kalio Daging, kue Anta Kesuma, kue Talam Belaok, kue Putri Dua Sebilik, Pacri Bombai, Nasi Melaka, dan lainnya.

8. Yayasan Kebudayaan Indera Sakti Pulau Penyengat

Gedung yayasan yang tak jauh dari Rumah Tabib ini didirikan pada tahun 1982 oleh Raja Hamzah Yunus. Saat ini yayasan dipimpin oleh Raja Malik Hafrizal (45), yang aktif sejak tahun 1996 dan menjadi ketua sejak 2002.

Tempat ini menyimpan naskah dan buku mengenai Pulau Penyengat. Jumlah naskah yang tercatat saat ini sebanyak 317 naskah (117 manuskrip, sisanya karya cetak).

9. Baju kurung

Anda ingin memesan baju kurung aneka model khas Melayu Pulau Penyengat dengan potongan cekak cine, teluk belanga, cekak musang, atau keke? Atau Anda ingin memesan baju kebaya Melayu gaya labuh, pendek atau pesak enam? Jangan khawatir, beberapa penjahit legendaris di pulau ini dapat memenuhi pesanan Anda.

Sebenarnya masih banyak hal lainnya yang dapat Anda lakukan ketika menjelajah Pulau Penyengat. Bercakap dengan warga akan menjadi pengalaman tersendiri. Jika Anda berkeliling Masjid Raya Sultan Riau bersama para tokoh, tak ada salahnya jika Anda belajar berpantun bersama. Sambil berwisata, kita dapat mempelajari khazanah kebudayaan Melayu Pulau Penyengat.

Kelompok Sadar Wisata Pulau Penyengat memiliki beberapa sepeda yang dapat disewa oleh pengunjung untuk berkeliling Pulau Penyengat. (Agni Malagina)

Bagaimana cara menuju Pulau Penyengat? Jika Anda menginap di Tanjungpinang kota, Anda dapat menaiki pompong (kapal) dari Pelabuhan Pulau Penyengat dengan membayar Rp7.000 sekali jalan.

Baca Juga : Setelah Sepuluh Tahun, Makam Firaun Tutankhamun Selesai Direstorasi

Usai berwisata di Pulau Penyengat, Anda dapat berkeliling Tanjungpinang kota, menikmati nuansa kota lama dengan bangunan pertokoan berarsitektur modern era tahun 50-an, berkeliling Pecinan Tanjungpinang, atau berkeliling kota lama menikmati heritage walk.

Menyusuri kota lama, Anda dapat melihat bangunan kuno, seperti gedung museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, Gedung Daerah, tugu titik nol Tanjungpinang, dan lainnya. Sekaligus Anda bisa mampir ke warung kopi di sekitar kawasan Jalan Merdeka sekadar mencecapi kuliner kue prata, roti bakar, dan secangkir kopi hitam.

Untuk santap malam, Anda bisa datang ke sentra kuliner Akau Potong Lembu atau aneka restoran, kedai, rumah makan yang tersebar di penjuru Tanjungpinang.

Selagi saya berada di tempat yang menjadi pusat kebudayaan Melayu, maka saya akan menutup tulisan ini dengan sebuah pantun. "Siang malam makan buah pisang, selamat menjelajah Tanjungpinang."