“Ketebalan aspal seperti lapis legit,” ujar Candrian Attahiyat. “Setiap banjir dinaikkan, setiap banjir dinaikkan lagi.”
Candrian merupakan ahli arkeologi Kota Tua Jakarta. Kendati kini telah purnabakti, dia kerap memberikan sumbangan pemikirannya untuk pelestarian kawasan bersejarah di pesisir Jakarta itu.
Dia memerikan anekdot soal gedung ini kepada saya. Toilet dan kamar mandinya, ujar Candrian, dibedakan dengan jelas dan didesain dengan lubang saluran pembuangan udara (exhaust). "Sayang," imbuhnya, "sampai hari ini exhaust tadi tidak pernah terpasang karena paket tak kunjung sampai ke Batavia."
Candrian juga menyelisik batu bata yang sengaja ditampakkan kala pemugaran. Ketika plesteran dinding dikupas, terlihat huruf-huruf atau cap: Ck&Co. TH&Co, TKP, OTH, dan TSS. Uniknya, cap tersebut dicetak dengan huruf timbul. "Jarang sekali saya mendapatkan merk bata dengan huruf timbul," ungkapnya. "Sangat dimungkinkan huruf-huruf ini adalah inisial perusahaan bata tetapi belum diketahui di mana produksinya."
Namun, Candrian meyakini satu hal. Berdasarkan pola ikatan bata yang digunakan, dia telah memastikan bahwa teknologi pembangunan gedung OLVEH menggunakan teknologi Belanda.
Candrian bersama Boy Bhirawa melakukan pemugaran dan pelestarian OLVEH. Walau duduk bersama dalam satu tim pemugaran, Candrian dan Boy memiliki dugaan yang berbeda soal siapa arsitek sejati yang merancang OLVEH di Batavia. Boy berpendapat bahwa Wolff Schoemaker adalah arsiteknya, sementara Candrian mengungkapkan bahwa gedung ini dirancang oleh arsitek Richard Schoemaker.
Baca Juga : Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda